Teknologi terapan dalam pelayanan KB



A.    Teknologi terapan dalam KB
1.      Obat
a.    Kontrasepsi dengan obat-obat spermatisida
Cara kontrasepsi dengan obat spermatisida umumnya digunakan bersama-sama dengan cara lain (diafragma vaginal), atau apabila ada kontraindikasi terhadap cara lain. Efek sampingan jarang terjadi dan umumnya berupa reaksi alergik.
Kini di pasaran terdapat banyak obat-obat spermatisida, antara lain dalam bentuk :
1)    Suppositorium : Lorofin suppositoria, Rendel pessaries. Suppositorium dimasukkan sejauh mungkin ke dalam vagina sebelum koitus. Obat ini baru mulai aktif setelah 5 menit. Lama kerjanya kurang lebih 20 menit sampai 1 jam.
2)    Jelly atau creme : 1) Perseptn vaginal jelly, Orthogynol vaginal jelly, 2) Delfen vaginal creme. Jelly lebih encer daripada creme. Obat ini disemprotkan ke dalam vagina dengan menggunakan suatu alat. Lama kerjanya kurang lebih 20 menit sampai 1 jam.
3)    Tablet busa : Sampoon, Volpar, Syn-A-Gen. Sebelum digunakan, tablet terlebih dahulu dicelupkan ke dalam air, kemudian dimasukkan ke dalam vagina sejauh mungkin. Lama kerjanya 30 sampai 60 menit.
4)    C-film, yang merupakan benda yang tipis, dapat dilipat, dan larut dalam air. Dalam vagina obat ini merupakan gel dengan tingkat dispersi yang tinggi dan menyebar pada porsio uteri dan vagina. Obat mulai efektif setelah 30 menit.

b.    Kontrasepsi hormonal
1)    Susunan pil kontrasepsi
Pil hormonal untuk kontrasepsi yang sekarang digunakan tidak terbuat dari estrogen dan progesteron alamiah, melainkan dari steroid sintetik. Estrogen yang banyak dipakai untuk pil kontrasepsi ialah etinil estradiol dan mestranol.
a)    Pil kombinasi
(1)   Efek samping :
(a)   Efek karena kelebihan estrogen
Efek-efek yang sering terdapat ialah rasa mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada mammae, fluor albus. Rasa mual kadang-kadang disertai muntah, diare, dan rasa perut kembung. Retensi cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air dan natrium, dan dapat meningkatkan bertambahkan berat badan.
Ada indikasi bahwa pemakaian pil dapat menimbulkan hipertensi pada wanita yang sebelumnya tidak menderita penyakit tersebut. Ada bukti-bukti bahwa minum pil yang cukup lama dengan dosis estrogen yang tinggi dapat menyebabkan pembesaran mioma uteri, akan tetapi biasanya pembesaran itu berhenti, jika pemakaian pil dihentikan. Pemakaian pil kadang-kadang dapat menyembuhkan pertumbuhan endometrium yang berlebihan di bawah pengaruh estrogen.
Rendahnya dosis estrogen dalam pil dapat mengakibatkan spotting dan breakthrough bleeding dalam masa intermenstruum.
(b)   Efek karena kelebihan progesteron
Progesteronn dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu makan disertai bertambah berat badan, akne, alopesia, kadang-kadang mamma mengecil, fluor albus, hipomenorea. Bertambahnya berat badan karena progestagen kiranya disebabkan oleh bertambahnya nafsu makan dan efek metabolik hormon. Akne dan alopesia bisa timbul karena efek androgenik dari jenis progestagen yang dipakai dalam pil.
(c)   Efek sampingan yang berat
Bahaya yang dikuatirkan dengan pil ialah trombo-emboli, termasuk tromboflebitis, emboli paru-paru, dan trombosis otak. Terjadinya trombo-emboli pada wanita yang minum pil, lebih besar apabila ada faktor-faktor yang memberikan pradisposisi, seperti merokok, hipertensi, diabetes melitus, obesitas.

(2)   Kontraindikasi
(a)           Kontraindikasi mutlak :
   Tumor tumor yang dipengaruhi estrogen
   Penyakit-penyakit hati yang aktif, baik akut atau pun menahun
   Pernah mengalami tromboflebitis, trombo-emboli, kelainan serebo-vaskkular
   Diabetes melitus
   Kehamilan
(b)           Kontraindikasi relatif :
   Depresi
   Migrain
   Mioma uteri
   Hipertensi
   Oligomenorea dan amenorea
(3)   Cara pemakaian pil kombinasi:
Ada pil kombinasi yang dalam satu bungkus berisi 21 (atau 22) pil dan ada yang berisi 28 pil. Pil yang berjumlah 21-22 diminum mulai hari ke-5 haid tiap hari 1 pil terus menerus, dan kemudian berhenti jika isi bungkus habis; sebaiknya pil diminum pada waktu tertentu, misalnya mala sebelum tidur.
b)    Pil sekuensial
c)    Mini-pill (continuous low-dose progesterone treatment)
d)    Postcoital contraception (morning after pill)
e)    Obat suntikan (Depo Provera)
(1)   Mekanisme kerja
(a)   Obat ini menghalangi terjadinya ovulasi dengan jalan menekan pembentukan releasing factor dari hipotalamus.
(b)   Lendir serviks bertambah kental, sehingga menghambat penetrasi sperma melalui seviks uteri.
(c)   Implantasi ovum dalam endometrium dihalangi.
(d)  Kecepatan transpor ovum melalui tuba berubah.

(2)   Waktu pemberian dan dosis
Depo provera sangat cocok untuk program postpartum oleh karena tidak mengganggu laktasi, dan terjadinya amenorea setelah suntikan-suntikan. Depo provera disuntikkan dalam dosis 150 mg/cc sekali 3 bulan. Suntikan melalui intramuskulus dalam.

2.      Alat dan prosedur
a.       Kontrasepsi secara mekanis untuk pria
1)      Kondom
Pada tahun 1553 Gabrielle Fallopii melukiskan tentang penggunaan kantong sutera yang diolesi minyak, dan yang dipasang menyelubungi penis sebelum koitus. Penggunaanya ialah untuk tujuan melindungi pria terhadap penyakit kelamin.
Prinsip kerja kondom ialah sebagai perisai dari penis sewaktu melakukan koitus, dan mencegah pengumpulan sperma dalam vagina. Diameternya biasanya kira-kira 31 – 36,5 mm dan panjang lebih kurang 19 mm. Kondom dengan pelicin mempunyai sifat spermatisid.
Mengenai pemakaian kondom perlu diperhatikan hal-hal berikut :
(1)   Jangan melakukan koitus sebelum kondom terpasang dengan baik.
(2)   Pasanglah kondom sepanjang penis yang sedang dalam ereksi. Pada pria yang tidak bersunat, prepusium harus ditarik terlebih dahulu.
(3)   Tinggalkan sebagian kecil ujung kondom untuk menampung sperma. Pada kondom yang mempunyai kantong kecil di ujungnya, keluarkanlah udara terlebih dahulu sebelum kondom dipasang.
(4)   Pergunakanlah bahan pelicin secukupnya pada permukaan kondom untuk mencegah terjadinya robekan.
(5)   Kelurkanlah penis dari vagina sewaktu masih dalam keadaan ereksi dan tahanlah kondom pada tempatnya ketika penis dikeluarkan dari vagina, supaya sperma tidak tumpah.
b.      Kontrasepsi secara mekanis untuk wanita
1)      Pessarium
Bermacam-macam pessarium telah dibuat untuk tujuan kontrasepsi. Secara umum pessarium dapat dibagi atas dua golongan, yakni diafragma vaginal dan cervical cap.
(1)   Diafragma vaginal
Pada tahun 1881 mensinga dari Flensburg (Belanda) telah menciptakan untuk pertama kalinya diafragma vaginal guna mencegah kehamilan. Dalam bentuk aslinya diafragma vaginal ini terbuat dari cincin karet yang tebal, dan diatasnya diletakkan selembar karet yang tipis. Kemudian dilakukan modifikasi dengan semacam per arloji; di atasnya diletakkan karet tipis yang berbentuk kubah (dome). Ukuran diafragma vaginal yang beredar di pasaran mempunyai diameter andara 55 sampai 100 mm.
(a)    Cara pemakaian diafragma vaginal
Tentukan terlebih dahulu ukuran diafragma yang akan dipakai, dengan mengukur jarak antara simfisis bagian bawah dan forniks vaginae posterior dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah tangan dokter, yang dimasukkan ke dalam vagina akseptor. Pinggir mangkuk dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk, dan diafragma dimasukkan ke dalam vagina sesuai dengan sumbunya.
Setelah selesai pemasangannya, akseptor harus meraba dengan jarinya bahwa porsio servisis uteri terletak di atas mangkuk, pinggir atas diafragma di forniks vagina posterior, dan pinggir bawah di bawah simfisis.
Sebelum dimasukkan, obat spermatisida diletakkan dalam mangkuk diafragma serta dioleskan pada pinggirnya. Setelah koitus, diafragma tidak boleh segera dikeluarkan, akan tetapi harus menunggu 6 sampai 8 jam. Dalam waktu itu sperma dalam vagina dikirakan sudah mati.
(b)   Cara penyimpanan diafragma vaginal
Setelah dipakai, diafragma vaginal dicuci dengan air dan sabung dingin sampai bersih, lalu dikeringkan dengan air halus, dan kemudian diberi bedak. Diafragma vaginal harus disiman di tempat yang tidak boleh kena panas. Jika dijaga dengan baik, diafragma dapat dipergunakan untuk selama kira-kiran 1 – 1 ½ tahun.
(2)   Cervical cap
Cervical cap dibuat dari karet atau plastik, dan mempunyai bentuk mangkuk yang dalam dengan pinggirnya terbuat dari karet yang tebal. Ukurannya ialah dari diameter 22 mm sampai 33 mm; jadi lebih kecil daripada diafragma vaginal. Cap ini dipasang pada porsio servisis uteri seperti memesang topi.
c.       Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)
AKBK adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonogestrel yang dibungkus dalam kapsul silastic-silicone (polydimethylsiloxane) dan ditusukkan dibawah kulit.
1)      Prosedur pemasangan
a)      Terhadap calon akseptor dilakukan konseling dan KIE yang selengkap mungkin mengenai AKBK ini sehingga calon akseptor betul-betul mengerti dan menerimanya sebagai cara kontrasepsi yang akan dipakainya.
b)      Persiapan alat-alat yang diperlukan
·         Sabun antiseptik
·         Kasa steril
·         Cairan antiseptik (Betadine)
·         Kain steril yang mempunyai lubang
·         Obat anestesi lokal
·         Semprit dan jarum suntik
·         Troikar no. 10
·         Sepasang sarung tangan steril
·         Satu set kapsul implan
·         Scalpel yang tajam

c)      Teknik pemasangan
·         Calon akseptor dibaringkan telentang di tempat tidur dan lengan kiri diletakkan pada meja kecl di saming tempat tidur akseptor
·         Daerah tempat pemasangan (lengan kiri bagian atas) dicuci dengan sabung antiseptik kemudian diberi cairan antiseptik
·         Daerah tempat pemasangan ditutup dengan kain steril yang berlubang
·         Dilakukan injeksi obat anestesi kira-kira 6 – 10 cm di atas lipata siku
·         Setelah itu dibuat insisi lebih kurang sepanjang 0,5 cm dengan scalpel yang tajam
·         Troikar dimasukkan melalui lubang insisi sehingga sampai pada jaringan bawah kulit
·         Kemudian kapsul dimasukkan ke dalam troikar dan didorong dengan plunger sampai kapsul terletak dibawah kulit
·         Demikian dilakukan berturut-turut dengan kapsul kedua sampai ke enam; keenam kapsul di bawah kulit diletakkan demikian rupa sehingga susunannya seperti kipas
·         Setelah semua kapsul berada dibawah kulit, troikar ditarik pelan-pelan keluar
·         Kontrol luka apakah ada perdarahan atau tidak
·         Jika ada perdarahan, tutuplah luka dengan kasa steril, kemudian diberi plester; umumnya tidak diperlukan jahitan.
·         Nasihatkan pada akseptor agar luka jangan basah selama lebih kuran 3 hari dan datang kembali jika terjadi keluhan-keluhan yang mengganggu.

d)     Pengangkatan / Ekstrasi
Pengangkatan Implant dilakukan atas indikasi :
·         Atas permintaan akseptor (umpama mau hamil lagi)
·         Timbulnya efek samping yang sangat mengganggu dan tidak dapat diatasi dengan pengobatan biasa
·         Sudah habis masa pakainya
·         Terjadi kehamilan

e)      Prosedur pengangkatan
·         Alat – alat yang diperlukan : selain dari alat-alat yang diperlukan sewaktu pemasangan kapsul Norplant diperlukan pula satu forseps lurus dan satu forseps bengkok
·         Tentukan lokasi kapsul Norplant (kapusl 1 – 6), kalau perlu kapsul Norplant didorong ke arah tempat insisi akan dilakukan.
o   Daerah insisi didisinfeksi, kemudian ditutup denga kain steril berlubang
o   Lakukan anestesi lokal (infiltrasi anetesi)
o   Kemudian lakukan insisi selebar lebih kurang 5 – 7 mm ditempat paling dekat dengan kapsul Implant.
o   Forseps dimasukkan melalui lubang insisi dan kapsul didorong dengan jari tangan lain ke arah ujung forseps
o   Forseps dibuka lalu kapsul dijepit dengan ujung forseps
o   Kapsul yang sudah dijepit kemudian ditarik pelan-pelan. Kalau perlu dapat dibantu dengan mendorong kapsul dengan jari tangan lain. Adakalanya kapsul sudah terbungkus dengan jaringan disekitarnya. Dalam hal ini lakukan insisi pada jaringan yang membungkus kapsul tersebut pelan-pelan sampai kapsul menjadi bebas sehingga mudah menariknya keluar.
o   Lakukan prosedur ini berturut-turut untuk mengeluarkan kapsul kedua sampa keenam. Jika sewaktu mengeluarkan kapsul Norplant terjadi perdarahan, hentikanlah perdarahan terlebih dahulu umpama dengan menekan daerah yang berdarah tersebut dengan kain kasa steril.
o   Setelah semua kapsul dikeluarkan dan tidak dijumpai lagi perdarahan, tutuplah luka insisi dengan kasa sterli, kemudian diplester.
o   Umumnya tidak diperlukan jahitan pada kulit
o   Nasihatkan pada akseptor agar luka tidak basah selama lebih kuran 3 hari
d.      Kontrasepsi dengan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
AKDR mempunyai keunggulan terhadap cara kontrasepsi yang lain karena :
o   Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian satu kali motivasi
o   Tidak menimbulkan efek sistemik
o   Alat itu ekonomis dan cocok untuk penggunakan secara massal
o   Efetivitas cukup tinggi
o   Reversibel
1)      Efek sampingan AKDR
a)      Perdarahan
b)      Rasa nyeri dan kejang di perut
c)      Gangguan pada suami
d)     Ekspulsi (pengeluaran sendiri)
2)      Komplikasi AKDR
a)      Infeksi
b)      Perforasi
c)      Kehamilan
3)      Kontraindikasi pemasangan AKDR
a)      Yang termasuk ke dalam kontraindikasi relatif ialah :
(1)     Mioma uteri dengan adanya perubahan bentuk rongga uterus
(2)     Insufisiensi serviks uteri
(3)     Uterus dengan perut pada dindingnya, seperti pada bekas seksio sesarea, enukleasi mioma, dan sebagainya.
(4)     Kelainan yang jinak serviks uteri, seperti erosio porsiones uteri
b)      Yang termasuk kontraindikasi mutlak ialah :
(1)   Kehamilan
(2)   Adanya infeksi yang aktif pada traktus genitalis
(3)   Adanya tumor ganas pada traktus genitalis
(4)   Adanya metroragia yang belum disembuhkan
(5)   Pasangan yang tidak lestari
c)      Pemasangan AKDR
AKDR dapat dipasang dalam keadaan berikut :
o   Sewaktu haid sedang berlangsung
o   Sewaktu postpartum
o   Sewaktu postabortum
o   Beberapa hari setelah haid terakhir
d)     Teknik pemasangan AKDR
Setelah kandung kencing dikosongkan, akseptor dibaringkan di atas meja ginekologik dalam posisi litotomi. Kemudian, dilakukan pemeriksaan bimanual untuk mengetahui letak, bentuk, dan besar uterus. Spekulum dimasukkan ke dalam vagina, dan serviks uteri dibersihkan dengan laruta antiseptik (Betadine atau tingtura jodii). Sekarang dengan cunam serviks dijepit bibir depan porsio uteri, dan dimasukkan sonde ke dalam uterus untuk menentukan arah poros dan panjangnya kanallis servikalis serta kavum uteris. AKDR dimasukkan ke dalam uterus melalui ostium uteri eksternum sambil mengadakan tarikan ringan pada cunam serviks.
Tabung penyalur digerakkan di dalam uterus, sesuai dengan ara poros kavum uteri sampai tercapai ujung atas kavum uteri yang telah ditentukan lebih dahulu dengan sonde uterus. Selanjutnya sambil mengeluarkan tabung penyalur perlahan-lahan, pendorong (plunger) menahan AKDR dalam posisinya. Setelah tabung penyalur keluar dari uterus, pendorong juga dikeluarkan, cunam dilepaskan, benang AKDR digunting sehingga 2 ½ - 3 cm keluar dari ostium uteri, dan akhirnya spekulum diangkat.
e)      Pemeriksaan lanjutan (follow up)
Pemeriksaan sesudah AKDR dipasang, dilakukan 1 minggu sesudahnya; pemeriksaan kedua 3 bulan kemudian, selanjutnya tiap 6 bulan.
f)       Cara mengeluarkan AKDR
Mengeluarkan AKDR biasanya dilakukan dengan jalan menarik benang AKDR yang keluar dari ostium uteri ekseternum dengan dua jari, dengan pinset, atau dengan cunam
e.       Kontrasepsi mantap (tubektomi dan vasektomi)
Tubektomi ialah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba Falloppii wanita sedangkan vasektomi pada kedua vas deferens pria, yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat hamil atau tidak menyebabkan kehamilan lagi.
1)      Tubektomi Pada Wanita
Tindakan pendahuluan guna penutupan tuba :
a)      Laparotomi
Tindakan ini tidak dilakukan lagi sebagai tindakan khusus guna tubektomi. Disini penutupan tuba dijalankan sebagai tindakan tambahan apabila wanita yang bersangkutan perlu dibedah untuk keperluan lain.
b)      Laparotomi postpartum
Laparotomi ini dilakukan satu hari postpartum. Keuntungannya ialah bahwa waktu perawatan nifas sekaligus dapat digunakan untuk perawatan pascaoperasi, dan oleh karena uterus masih besar, cukup dilakukan sayatan kecil dekat fundus uteri untuk mencapai tuba kanan dan kiri. Sayatan dilakukan dengan sayatan semi lunar (bulan sabit) di garis tengah distal dari pusat dengan panjang kurang lebih 3 cm dan penutupan tuba biasanya diselenggarakan dengan cara pomeroy.
c)      Minilaparotomi
Laparotomi mini dilakukan dalam masa interval. Sayatan dibuat di garis tengah di atas fundus simfisis sepanjang 3 cm sampai menembus peritoneum. Untuk mencapai tuba dimasukkan alat khusus (elevator uterus) ke dalam kavum uteri. Dengan bantuan alat ini uterus bilamana dalam retrofleksi dijadikan letak antefleksi dahulu dan kemudian didorong ke arah lubang sayatan. Kemudian dilakukan penutupan tiba dengan salah satu cara.
d)     Laparoskopi
Mula-mula dipasang cunam serviks pada bibir depan porsio uteri, dengan maksud supaya kelak dapat menggerakkan uterus jika hal itu diperlukan pada waktu laparosopi. Setelah dilakukan persiapan seperlunya, dibuat sayatan kulit dibawah pusat sepanjang lebih 1 cm. Kemudian, ditempat luka tersebut dilakukan pungsi sampai rongga perinoteum dengan jarum khusus (jarum veres), dan melalui jarum itu dibuat pneumoperitoneum dengan memasukkan CO2 sebanyak 1 sampai 3 liter dengan kecepatan kira-kira 1 liter per menit. Sesudah itu troikar diangkat dan dimasukkan laparoskop melalui tabung. Untuk memudahkan penglihatan uterus dan adneks, penderita diletakkan dalam posisi Trendelenburg dan uterus digerakkan melalui cunam serviks pada porsio uteri. Kemudian dengan cunam yang masuk dalam rongga peritoneum bersama-sama dengan laparoskop, tuba dijepit dan dilakukan penutupan tuba dengan kauterisasi, atau dengan memeasang pada tuba cincin yoon atau cincin Falope atau clip Hulka. Berhubung dengan kemungkinan komplikasi yang lebih besar pada kauterisasi, sekarang lebih banyak digunakan cara-cara yang lain.
e)      Kuldoskopi
Wanita ditempatkan pada posisi menungging (posisi genupektoral) dan setelah spekulum dimasukkan dan bibir belakang serviks uteri dijepit dan uterus ditarik keluar dan agak keatas, tampak kavum Douglasi mekar diantara ligamentum sakro-uterinum kanan dan kiri sebagai tanda bahwa tidak ada perlekatan. Dilakukan pungsi dengan jarumTouhy di belakang uterus, dan melalui jarum tersebut udara masuk dan usus-usus terdorong ke rongga perut. Setelah jarum diangkat, lubang diperbesar, sehingga dapat dimasukkan kuldoskop. Melalui kuldoskop dilakukan pengamatan adneksa dan dengan cunam khusus tuba dijepit dan ditarik ke luar untuk dilakukan penutupannya dengan cara Pomeroy, cara Kroener, kauterisasi, atau pemasangan cincin Falope.
(1)   Cara penutupan tuba
(a)    Cara madlener
Bagian tengah dari tuba diangkat dengan cunam pean, sehingga terbentuk suatu lipatan terbuka. Kemudian, dasar dari lipatan tersebut dijepit dengan cunam kuat-kuat, dan selanjutnya dasar itu diikat dengan benang yang tidak dapat diserap. Pada cara ini tidak dilakukan pemotongan tuba. Sekarang cara Madlener tidak dilakukan lagi oleh karena angka kegagalannya relatif tinggi, yaitu 1% sampai 3%.
(b)   Cara Pomeroy
Cara pomeroy banyak dilakukan. Cara ini dilakukan dengan mengangkat bagian tengah tuba sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian dasarya diikat dengan benang yang dapat diserap, tuba di atas dasar itu dipotong. Setelah benang pengikat diserap, maka ujung-ujung tuba akhirnya terpisah satu sama lain. Angka kegagalannya berkisar antara 0 – 0,4 %.
(c)    Cara Irving
Pada cara ini tuba dipotong antara dua ikatan benang yang dapat diserap; ujung proksimal dari tuba ditanamkan ke dalam miometrium, sedangkan ujung distal ditanamkan ke dalam ligamentum latum.



(d)   Cara Aldridge
Peritoneum dari ligamentum latum dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersama-sama dengan fimbria ditanam ke dalam ligamentum latum.
(e)    Cara Uchida
Pada cara ini tuba ditarik keluar abdomen melalui suatu insisi kecil (minilaparotomi) diatas simfisis pubis. Kemudian di daerah ampulla tuba dilakukan suntikan dengan larutan adrenalin dalam air garam dibawah serosa tuba. Akibat suntikan ini, mesosalping di daerah tersebut mengembung. Lalu, dibuat sayatan kecil di daerah yang kembung tersebut. Serosa dibebaskan dari tuba sepanjang kira-kira 4 – 5 cm; tuba dicari dan setelah ditemukan dijepit, diikat, lalu digunting. Ujung tuba yang proksimal akan tertanam dengan sendirinya dibawah serosa, sedangkan ujung tuba yang distal dibiarkan berada diluar serosa. Luka sayatan dijahit secara kantong tembakau. Angka kegagalan cara ini adalah 0.
(f)    Cara Kroener
Bagian fimbria dari tuba dikeluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan benang sutera dibuat melalui bagian mesosalping dibawah fimbria. Jahitan ini diikat dua kali, satu mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah proksimal dari jahitan sebelumnya. Seluruh finbria dipotong. Setelah pasti tidak ada perdarahan, maka tuba dikembalikan ke dalam rongga perut.
Teknik ini banyak digunakan. Keuntungan cara ini antara lain ialah sangat kecilnya kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum rotundum. Angka kegagalan 0,19%.


f.       Metode operasi pada pria
1)        Vasektomi
Vasektomi merupakan suatu operasi kecil dan dapat dilakukan oleh seseorang yang telah mendapat latihan khusus untuk itu. Selain itu, vasektomi tidak memerlukan alat-alat yang banyak, dapat dilakukan secara poliklinis, dan umumnya dilakukan dengan mempergunakan anestesia lokal.
a)      Indikasi vasektomi
Pada dasarnya indikasi untuk melakukan vasektomi ialah bahwa pasangan suami-isteri tidak menghendaki kehamilan lagi dan pihak suami bersedia bahwa tindakan kontrasepsi dilakukan pada dirinya.
b)      Kontraindikasi vasektomi
Sebetulnya tidak ada kontraindikasi untuk vasektomi; hanya apabila ada kelainan lokal atau umum yang dapat mengganggu sembuhnya luka operasi, kelainan itu harus disembuhkan dahulu.
Keuntungan vasektomi antara lain :
(1)   Tidak menimbulkan kelainan fisik maupun mental
(2)   Tidak mengganggu libido seksualitas
(3)   Dapat dikerjakan secara poliklinis

c)      Teknis vasektomi
Mula-mula kulit skrotum di daerah operasi disucihamakan. Kemudian, dilakukan anestesia lokal dengan xilokain. Anestesia dilakukan di kulit skrotum dan jaringan sekitarnya di bagia atas, dan pada jaringan di sekitar vas deferens. Vas dicari dan setelah ditentukan lokasinya, dipegang sedekat mungkin dibawah kulit skrotum. Setelah itu, dilakukan sayatan pada kulit skrotum sepanjang 0,5 sampai 1 cm didekat tempat vas deferens. Setelah vas kelihatan, dijepit dan dikeluarkan dari sayatan (harus diyakinkan betul, bahwa memang vas yang dikeluarkan itu), vas dipotong sepanjang 1 sampai 2 cm dan kedua ujungnya diikat. Setelah kulit dijahit, tindakan diulangi pada sebelah yang lain.
Seorang yang telah mengalami vasektomi baru dapat dikatakan betul-betul steril jika telah mengalami 8 sampai 12 ejakulasi setelah vasektomi. Oleh karena itu, sebelum hal tersebut diatas tercapai, yang bersangkutan dianjurkan pada koitus memakai cara kontrasepsi lain.
Komplikasi vasektomi antara lain adalah infeksi pada sayatan, rasa nyeri/sakit, terjadinya hematoma oleh karena perdarahan kapilar, epididimitis, terbentuknya granuloma.
Kegagalan vasektomi dapat terjadi oleh karena terjadi rekanalisasi spontan, gagal mengenal dan memotong vas deferens, tidak diketahui adanya anomali vas deferens misalnya ada 2 vas di sebelah kanan atau kiri. Koitus dilakukan sebelum kantong seminalnya betul-betul kosong.
Sterlilisasi, baik pria maupun wanita makin lama makin banyak dilakukan diseluruh dunia. Diantara mereka yang mengalami tindakan, niscaya ada yang kemudian ingin supaya kemampuan untuk menjadi hamil atau menghamilkan dikembalikan lagi. Akhir-akhir ini dengan pembedahan yang menggunakan mikroskop (micro surgery) rekanalisasi tuba Falloppi/vas deferens.

g.      ORTHO EVRA (norelgestromin / etinil estradiol, SISTEM TRANSDERMAL)
 Pasien harus diberi tahu bahwa produk ini tidak melindungi terhadap HIV  infeksi (AIDS) dan penyakit menular seksual lainnya. ORTHO EVRA adalah kombinasi alat kontrasepsi transdermal dengan kontak luas permukaan 20 cm. Ini mengandung 6,00 mg norelgestromin (NGMN) dan 0,75 mg Etinil estradiol (EE). Paparan sistemik (yang diukur menurut luas area di bawah kurva [AUC] dan konsentrasi steady state [Css]) dari NGMN dan EE selama penggunaan ORTHO EVRA lebih tinggi dan konsentrasi puncak (Cmax) lebih rendah dari pada diproduksi oleh alat kontrasepsi oral yang mengandung norgestimate 250 mcg / EE 35 mcg.
ORTHO EVRA ® Adalah patch kontrasepsi transdermal tipe-tipis yang terdiri dari Tiga lapis Lapisan belakang terdiri dari film fleksibel krem ​​yang terdiri dari sebuah Lapisan luar polietilena berpendingin kepadatan rendah dan lapisan dalam poliester. Itu Memberikan perlindungan struktural dan melindungi lapisan perekat tengah dari lingkungan. Lapisan tengah mengandung perekat polyisobutylene / polybutene, Crospovidone, kain poliester bukan tenunan dan lauril laktat sebagai komponen tidak aktif. Komponen aktif pada lapisan ini adalah hormon, norelgestromin dan etinil Estradiol. Lapisan ketiga adalah liner pelepas, yang melindungi lapisan perekat selama Penyimpanan dan dihapus sesaat sebelum aplikasi. Ini adalah polietilen transparan Tereftalat (PET) dengan lapisan olydimethylsiloxane pada sisi yang berada di dalamnya Kontak dengan lapisan perekat tengah.
 
1)      Farmakologi klinis
Farmakodinamik Norelgestromin adalah progestin aktif yang sebagian besar bertanggung jawab atas progestasional.
Norelgestromin juga merupakan metabolit aktif utama yang diproduksi secara oral Pemberian norgestimate (NGM), komponen progestin oral Produk kontrasepsi ORTHO-CYCLEN Aktivitas yang terjadi pada wanita mengikuti penerapan ORTHO EVRA.
Kombinasi kontrasepsi oral dilakukan dengan menekan gonadotropin. Walaupun Mekanisme primer dari tindakan ini adalah penghambatan ovulasi, perubahan lainnya meliputi Perubahan pada lendir leher rahim (yang meningkatkan kesulitan masuknya sperma ke dalam Rahim) dan endometrium (yang mengurangi kemungkinan implantasi).
Koyo KB digunakan pada kulit selama 3 minggu berturut-turut. Lalu tanpa menggunakannya selama 1 minggu sebelum memulai siklus yang baru. Anda akan mengalami menstruasi selama tidak memakai koyo.
Hormon estrogen dan progestin akan bekerja mencegah pelepasan sel telur. Progestin juga memiliki efek kontrasepsi lain, yakni menebalkan lendir serviks, membuat sperma sulit menuju uterus dan tuba falopi dimana sel telur yang telah dibuahi berada. Progestin juga menipiskan lapisan uterus, membuat tidak mungkin sel telur yang telah dibuahi tertanam di sana.

3.      System
a.       Kunjungan KB
Peserta  KB  Aktif  (Current  User):Akseptor  yang  pada  saat  ini  sedang  memakaialat  dan  obat  kontrasepsi  (alokon)  untuk  menjarangkan  kehamilan  atau  yangmengakhiri kesuburan, dan masih terlindungi oleh kontrasepsi.
Peserta  KB  Baru:  peserta  yang  baru  pertama  kali  menggunakan  metode kontrasepsi termasuk mereka yang pasca keguguran dan sesudah melahirkan.
b.      ABPK (Alat Bantu pengambilan keputusan Ber-KB)
Menggunakan Alat Bantu Pengambilan Keputusan berKB untuk Klien dan Bidan.  Lembar balik ini merupakan alat bantu bagi Anda dan klien yang dapat :
·         Membantu klien memilih dan memakai metode KB yang paling sesuai dengan kebutuhannya;
·          Memberikan informasi penting yang Anda perlukan dalam memberikan pelayanan KB yang berkualitas;
·         Menawarkan tips dan panduan tentang cara berkomunikasi dan melakukan konseling secara efektif.

c.       Bagan Acuan cepat kelaiakan medis Penggunaan Konstrasepsi menurut WHO 2015 (WHO Wheel)
Roda ini berisi kriteria kelayakan medis untuk memulai penggunaan metode kontrasepsi, berdasarkan pada Medical Eligibility Kriteria Penggunaan Kontrasepsi, 5th edisi (2015), salah satu pedoman berbasis bukti WHO. Ini memandu penyedia keluarga berencana dalam merekomendasikan metode kontrasepsi yang aman dan efektif untuk wanita dengan kondisi medis atau relevan secara medis karakteristik.
Roda tersebut mencakup rekomendasi untuk memulai penggunaan sembilan jenis metode kontrasepsi yang umum:
1.      Pil kombinasi, COC (kombinasi kontrasepsi oral dosis rendah, dengan ≤ 35 μg etinil estradiol)
2.      Gabungan alat kontrasepsi, P
3.      Cincin vagina kontrasepsi kombinasi, CVR
4.      Kontrasepsi suntik gabungan, CIC
5.      Pil progestogen saja, POP
6.      Injeksi progestogen saja, DMPA (IM, SC) / NET-EN (depot medroksiprogesteron asetat intramuskular atau subkutan atau norethisterone enantate intramuscular)
7.      Implan progestogen, LNG / ETG (levonorgestrel atau etonogestrel)
8.      Perangkat intrauterine pelepasan Levonorgestrel, LNG-IUD
9.      Perangkat intrauterine dengan bantalan tembaga, Cu-IU
Jika penilaian klinis terbatas, kategori 1 dan 2 keduanya berarti metode tersebut dapat digunakan, dan kategori 3 dan 4 keduanya berarti metode tidak boleh digunakan tidak ada batasan untuk beberapa kondisi: ada banyak kondisi medis. Bila SEMUA metode dapat digunakan (artinya, semua metodenya adalah akategori 1 atau 2). Beberapa kondisi ini tercantum di bagian belakang roda.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Monitoring dan Evaluasi

Teknologi Terapan dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi