Teknologi Terapan dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi
A. Teknologi
terapan dalam kesehatan reproduksi
1. Obat
dan vaksin
a. Vaksin
HPV
Program
nasional pencegahan kanker leher rahim yang sudah dilaksanakan saat ini adalah
dengan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA. Pencegahan kanker leher rahim akan semakin
efektif jika dibarengi dengan melakukan upaya proteksi spesifik dengan
memberikan imunisasi HPV.
1)
Manfaat Imunisasi HPV
Banyak
hasil dari penelitian yang valid dari negara-negara tersebut menunjukan manfaat
yang bermakna untuk menurunkan beban penyakit kanker serviks dan penyakit
terkait infeksi HPV lainnya.
Imunisasi
HPV merupakan pencegahan primer kanker serviks dimana tingkat keberhasilannya
dapat mencapai 100% jika diberikan sebanyak 2 kali pada kelompok umur wanita naif atau wanita
yang belum pernah terinfeksi HPV yaitu pada
populasi anak perempuan umur 9-13 tahun yang merupakan usia sekolah
dasar.
2)
Pelaksanaan Imunisasi HPV di Indonesia
Pemerintah
merencanakan penambahan vaksin baru ke dalam program imunisasi nasional yaitu
vaksin HPV dengan pemberian imunisasi HPV kepada siswi perempuan kelas 5 (dosis
pertama) dan 6 (dosis kedua) SD/MI dan sederajat baik negeri maupun swasta
melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Kegiatan
pemberian imunisasi HPV melalui program BIAS ini diawali dengan pemberian
imunisasi di lokasi percontohan yang memiliki angka prevalensi kanker serviks
yang tinggi dan dipandang memiliki kesiapan dalam melaksanakan imunisasi HPV,
yaitu provinsi DKI Jakarta mulai bulan Oktober 2016 dan akandilanjutkan pada
tahun depan di dua kabupaten di provinsi DIY yaitu kabupaten Kulonprogo dan
Gunung Kidul. Pelaksanaan imunisasi HPV dalam Kegiatan Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS) di DKI Jakarta sudah mendapatkan rekomendasi dari Komite
Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on
Immunization).
3)
Keamanan vaksin HPV
Sejak
pertama kali mendapat izin edar pada tahun 2006, lebih dari 200 juta dosis
vaksin HPV telah dipakai di seluruh dunia. WHO merekomendasikan agar vaksin HPV
masuk dalam program imunisasi nasional.
Badan
WHO yaitu Global Advisory Committee on Vaccine Safety (GACVS)
mengumpulkan data post marketing surveilans dari Amerika Serikat, Australia,
Jepang dan dari manufaktur. Data dikumpulkan dari tahun 2006, sejak pertama
kali vaksin HPV diluncurkan sampai tahun 2014. Pada tanggal 12 Maret 2014,
GACVS menyatakan tidak menemukan isu keamanan yang dapat merubah rekomendasi
vaksinasi HPV.
Center
for Disease Control and Prevention ( US CDC) yang
memantau keamanan pasca-lisensi dari Juni 2006 hingga Maret 2013 menunjukkan
tidak ada masalah keamanan vaksin HPV. Atas dasar hasil ini, di Amerika
Serikat, vaksin HPV tetap direkomendasikan dan digunakan sebagai vaksinasi
rutin.
4)
Klarifikasi isu imunisasi HPV menyebabkan kemandulan atau menopause dini
Premature
Ovarian Failure (POF), sekarang disebut oleh komunitas ilmiah sebagai Primary
Ovarian Insufficiency (POI), adalah istilah yang digunakan oleh praktisi medis
ketika ovarium seorang wanita berhenti bekerja normal sebelum dia berusia 40
tahun. Hal ini jarang terjadi pada remaja. Sampai saat ini tidak ada bukti yang
menunjukkan adanya hubungan kejadian POF ini dengan penggunaan vaksin HPV (kemenkes,2017).
Cervarix adalah vaksin kanker
serviks terbaru di Indonesia yang
ditujukan
baik bagi remaja putri maupun perempuan dewasa (usia 10 tahun s/d 55 tahun)
untuk pencegahan kanker serviks. Vaksin mengandung antigen untuk HPV tipe
16 dan 18 yang menjadi penyebab lebih dari 70% kasus kanker serviks di
dunia. Vaksin kanker servarix
GSK memberikan 100%
perlindungan terhadap human papillomavirus (HPV) tipe 16 dan 18 yang terkait dengan
lesi pra-kanker. Cervarix
juga memberikan perlindungan
tambahan
terhadap type HPV onkogenik yang lain yaitu tipe HPV 45, 31 dan 52. Jadwal vaksinasi
untuk vaksin kanker serviks GSK terdiri dari 3 dosis, diberikan pada
bulan ke-0, ke-1 dan ke-6.
Beda vaksin HPV menurut WHO:
|
Cervarix
|
Gardasil
|
Isi vaksin
|
HPV 16,18 ( 2virus)
|
HPV 6,11,16,18 (4 virus)
|
Kegunaan
|
Mencegah kanker serviks
|
- Mencegah kanker serviks
- Mencegah kutil kelamin pada wanita & laki-laki
|
Efektifitas
|
90%
|
90%
|
Pemberian
|
Bulan :0.1,6
|
Bulan 0,2,6
|
Antibody yang dihasilkan
|
Lebih banyak dibaning Gardasil
|
|
2. Alat
a. Tes
DNA HPV
Menggunakan teknik pemeriksaan molekuler DNA
yang terkait dengan HPV diuji dari sebuah contoh sel yang diambil dari leher
rahim atau liang senggama.
Telah dibuktikan
bahwa lebih 90%
kondiloma serviks, NIS
dan kanker serviks mengandung
DNA -HPV. Hubungannya dinilai
kuat dan tiap
tipe HPV mempunyai hubungan
patologi yang berbeda.
Tipe 6 dan
11 termasuk tipe
HPV risiko rendah jarang ditemukan pada karsinoma invasif kecuali
karsinoma verukosa. Sementara itu tipe
16, 18, 31 dan 45
tergolong tipe HPV
risiko tinggi. HPV
typing dilakukan dengan hibridasi DNA.
b. Tes
Pap/Pap smear
Pemeriksaan sitologis
dari apusan sel-sel yang diambil dari leher rahim. Slide diperiksa oleh teknis
sitologi atau dokter ahli patologi untuk melihat perubahan sel yang
mengindikasikan. Terjadinya inflamasi, displasia atau kanker.
1) Kegunaan
diagnostik sitologi apusan pap.
a) Evaluasi
Sitohormonal
Penilaian hormonal pada
seorang wanita dapat dievaluasi melalui pemeriksaan sitologi apusan Pap yang bahan
pemeriksaannya adalah
sekret vagina yang berasal dari dinding lateral vagina sepertiga bagian atas.
GASTER, Vol. 3, No. 2 Agustus 2007 (115 - 123)
b) Mendiagnosis Peradangan
Peradangan pada vagina
dan serviks, baik yang akut maupun yang kronis, sebagian besar akan memberikan
gambaran yang khas pada sediaan apusan pap sesuai dengan organisme penyebabnya,
walaupun kadang-kadang ada pula organisme yang tidak menimbulkan reaksi yang
khas pada sediaan apusan Pap.
c) Identifikasi Organisme Penyebab Peradangan
Ditemukan beberapa
macam organisme dalam vagina yang sebagian besar merupakan flora normal vagina
yang bermanfaat bagi organ tersebut, misalnya bakteri Doderlein. Pada umumnya
organisme penyebab peradangan pada vagina dan serviks sulit diidentifikasi dengan
pulasan papanicolau, tetapi beberapa macam infeksi oleh kuman tertentu
menimbulkan perubahan sel yang khas pada sediaan apusan Pap sehingga
berdasarkan perubahan yang ada pada sel tersebut dapat diperkirakan organisme
penyebabnya. Organisme parasit mudah dikenal dengan pulasan papanicolau adalah
Trichomonas, Candida, Leptotrix, Actinomyces, Oxyuris dan Amoeba.
d) Mendiagnosis
Kelainan Pra Kanker/Displasia Serviks (Nis) dan Kanker Serviks
Dini Maupun Lanjut
(Karsinoma Insitu/Invasif) Walaupun ketepatan diagnostik sitologi sangat
tinggi, yaitu 96% (Jean de Brux dalam Lestadi), tetapi diagnostik sitologi
tidak dapat menggantikan diagnostik histopatologik sebagai alat pemasti diagnosis.
Hal itu berarti bahwa setiap diagnostik sitologi kanker harus dikonfirmasi
dengan pemeriksaan histopatologi jaringan biopasi serviks, sebelum dilakukan
tindakan berikutnya.
e) Memantau
Hasil Terapi
Memantau hasil terapi
hormonal, misalnya pada kasus infertilitas atau gangguan endokrin. Memantau
hasil terapi radiasi pada kasus-kasus kanker serviks yang diobati dengan
radiasi. Memantau adanya kekambuhan pada kasus kanker yang telah dioperasi.
2) Bahan
pemeriksaan apusan pap
Bahan
pemeriksaan apusan Pap terdiri atas sekret vaginal, sekret servikal
(eksoserviks), sekret endoservikal, sekret endometrial dan forniks posterior.
Setiap sekret mempunyai manfaat penggunaan yang khas, dimana untuk pemeriksaan
tertentu sediaan apusan Pap yang dibaca harus berasal dari lokasi tertentu.
Misalnya
untuk pemeriksaan interpretasi hormonal, bahan sediaan yang diperiksa haruslah
berasal dari dinding lateral vagina sepertiga bagian atas, karena bagian
tersebut paling sensitif terhadap pengaruh hormon. Apabila digunakan sediaan
dari tempat lain, maka hasil penilaian hormonal yang didapat menjadi kurang
akurat, oleh sebab itu dalam membuat sediaan apusan Pap, pengambilan bahan
sediaan harus disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan yang diinginkan oleh dokter
obstetri ginekologi.
a)
Sekret vaginal
Sekret vaginal diambil
dengan mengapus dinding lateral vagina sepertiga bagian atas.
b)
Sekret servikal
(eksoservikal)
Sekret servikal
diambildengan mengapus seluruh permukaan portioserviks sekitar ori
c)
Sekret endoservikal
Sekret diambil dengan
mengapus permukaan mukosa endoserviks dan daerah squamo-columnar junction,
dengan alat lidi kapas, ecouvillon rigide atau cytobrush.
d) Sekret
endometrial
Sekret diambil dengan
mengapus permukaan mukosa endometrium dengan alat khusus yang disebut sapu
endometrium (balai endometre).
e)
PSekret
forniks posterior
Sekret ini diambil
dengan cara aspirasi, dengan pipet panjang terbuat dari plastik yang
dihubungkan dengan sebuah pompa dari karet. Ini adalah cara pengambilan bahan
pemeriksaan/pengumpulan sel yang tertua dan paling sederhana, yang asal mulanya
diperkenalkan oleh Papanicolau, dan saat ini masih sering digunakan, sekret ini
dapat pula diambil dengan spatula Ayre.
3) Bahan
dan alat yang diperlukan untuk membuat sediaan apusan pap
Untuk membuat sediaan
apusan Pap diperlukan bahan dan alat-alat sebagai berikut:
Kaca objek (object
glass), tabung berisi cairan fiksasi alkohol 95% atau bahan fiksasi kering:
cyto-prep, dry fix atau hair spray, pensil gelas atau pensil intan (diamond
pencil), spatula Ayre dari kayu model standar atau modifikasi, lidi kapas,
ecouvillon rigide atau cytobrush, sapu endometrium (balai endometre), spekulum
vagina cocor bebek (spekulum Cusco), lampu sorot yang dapat digerak-gerakkan,
dan formulir permintaan pemeriksaan sitologi apusan Pap.
4) Cara
mengambil bahan sediaan apusan pap
a) Sekret
vaginal
Sekret vaginal diambil
dengan mengapus dinding lateral vagina sepertiga bagian atas dengan spatula
Ayre.
Cara mengambil sekret
vaginal:
(1) Pasanglah
spekulum steril tanpa memakai bahan pelicin.
(2) Apuslah
sekret dari dinding lateral vagina sepertiga bagian atas dengan ujung spatula
Ayre yang bebrbentuk bulat lonjong seperti lidah.
(3) Ulaskan
sekret yang didapat pada kaca objek secukupnya, jangan terlalu tebal dan jangan
terlalu tipis.
(4) Fiksasi
segera sediaan yang telah dibuat dengan cairan fksasi alkohol 95% atau hair
spray.
(5) Setelah
selesai difiksasi minimal selama 30 menit, sediaan siap untuk dikirim ke
laboratorium sitologi.
b) Sekret
servikal (eksoservikal)
Sekret servikal
diambildengan mengapus seluruh permukaan portio serviks sekitar orifisium uteri
eksternum (OUE).
Cara mengambila sekret
servikal:
(1) Pasanglah
spekulum steril tanpa memakai bahan pelicin.
(2) Dengan
ujung spatula Ayre yang bebentuk bulat lonjong seperti lidah apuslah
(3) sekret
dari seluruh permukaan porsio serviks dengan sedikit tekanan tanpa
(4) melukainya.
Gerakkan searah jarum jam, diputar melingkar 360 derajat.
(5) Ulaskan
sekret yang didapat pada kaca objek secukupnya, jangan terlalu tebal dan jangan
terlalu tipis.
(6) Fiksasi
segera sediaan yang telah dibuat dengan cairan fiksasi alkohol 95% atau hair
spray.
(7) Setelah
selesai difiksasi minimal selama 30 menit, sediaan siap untuk dikirim ke
laboratorium sitologi.
c) Sekret endoservikal
Sekret diambil dengan
mengapus permukaan mukosa kanalis endoserviks dan daerah squamo-columnar
junction, dengan bantuan alat pengambil bahan sediaan endoservikal.
Cara mengambil sekret
endoservikal:
(1) Lekatkan
sedikit kapas pada ujung alat ecouvillon rigide tersebut atau gunakan langsung
cytobrush.
(2) masukkan
alat tersebut atau cytobrush ke dalam kanalis endoserviks sedalam satu atau dua
sentimeter dari orifisium uteri eksternum.
(3) Putarlah
alat tersebut secara melingkar 360 derajat untuk mengapus permukaan mukosa
endoserviks dan daerah squamo-columnar junction.
(4) Ulaskan
sekret yang didapat pada kaca objek secukupnya.
(5) Fiksasi
segera sediaan yang telah dibuat dengan cairan fiksasi alkohol 95% atau hair
spray.
(6) Setelah
selesai difiksasi minimal selama 30 menit, sediaan siap untuk dikirim ke
laboratorium sitologi.
d) Sekret
endometrial
Sekret diambil dengan
mengapus permukaan mukosa endometrium dengan bantuan alat pengambil
sekret endometrial.
Cara mengambil sekret
endometrial:
(1) Sebelum
pengambilan bahan dimulai, penderita diberitahu terlebih dahulu bahwa
pengambilan bahan pemeriksaan ini akan menimbulkan sedikit rasa nyeri atau
mules yang disebabkan oleh karena kontrksi uterus.
(2) Masukkan
alat sapu endometrium ke dalam kanalis endoserviks, kemudian alat didorong
terus perlahan-lahan ke dalam sampai di kavum uteri. Alat sering berhenti pada
daerah itsmus, bila terjadi hal demikian, doronglah alat secara perlahan-lahan
hingga akhirnya dapat melewati itsmus sampai di kavum uteri.
(3) Di
dalam kavum uteri bagian sapu dari alat tersebut yang berfungsi mengumpulkan
material sel dikeluarkan, dan putarlah alat secara melingkar 360 derajat
beberapa kali, kemudian masukkan kembali sapu tersebut ke tempatnya semula,
sesudah itu barulah alat ditarik keluar secara perlahan-lahan.
(4) Sekret
yang didapat segera dibuat sediaan dengan mengulaskan sapu dari alat tersebut
pada kaca objek, dan difiksasi segera dengan cairan fiksasi alkohol 95%.
e) Sekret
forniks posterior
Sekret ini diambil
dengan cara aspirasi, dengan pipet panjang terbuat dari plastik yang
dihubungkan dengan sebuah pompa dari karet. Ini adalah cara pengambilan bahan
pemeriksaan/pengumpulan sel yang tertua dan paling sederhana, yang asal mulanya
diperkenalkan oleh Papanicolau, dan saat ini masih sering digunakan, sekret ini
dapat pula diambil dengan spatula Ayre.
Alat pengambil sekret
forniks posterior:
Sekret forniks
posterior diambil dengan alat pipet kaca atau plastik yang ujungnya sedikit
dibengkokkan dengan panjang kurang lebih 15 cm, dan dengan penampang 0,5 cm.
pipet itu dihubungkan dengan sebuah pompa karet. Dapat pula digunakan spatula
Ayre.
Cara mengambil sekret
forniks posterior:
(1) Penderita
dibaringkan dalam posisi miring ke samping dengan lutut dilipat keatas,
menempel pada perut.
(2) Dalam
keadaan bola karet dipijat, ujung pipet dimasukkan ke dalam vagina secara
perlahan-lahan, sampai pipet menyentuh ujung vagina yang dapat diketahui bila
terasa ada tahanan.
(3) Pada
posisi tersebut dilakukan penyedotan sekret dengan melepaskan pijatan pada bola
karet perlahan-lahan, sehinggabola karet mengembang dan sekret dari forniks
posterior vagina akan terisap ke dalam pipet.
(4) Kemudian
ujung pipet ditarik keluar perlahan-lahan dengan cara yang sama sewaktu memasukkan
alat tersebut ke dalam vagina. Ketika menarik alat tersebut keluar dari vagina,
perhatikan jangan sampai menyentuh bagian dinding vagina yang lain.
(5) Sekret
yang didapat didapat dituangkan ke atas satu atau dua kaca objek, kemudian
dibuat sediaan apus dengan bantuan sebuah batang kayu kecil/tusuk gigi.
(6) Fiksasi
segera sediaan yang telah dibuat dengan alkohol 95% atau hair spray.
(7) Setelah
selesai difiksasi minimal selama 30 menit, sediaan siap untuk dikirim ke
laboratorium sitologi.
5) Syarat-syarat
pengambilan bahan pemeriksaan apusan pap
Beberapa syarat yang
harus dipenuhi sebelum dilakukan pengambilan bahan pemeriksaan:
a) Sekret
vaginal harus benar-benar berasal dari dinding lateral vagina sepertiga bagian atas.
b) Pengambila
sekret harus dilaksanakan pada keadaan vagina normal tanpa infeksi dan tanpa
pengobatan lokal paling sedikit dalam waktu 48 jam terakhir.
c) Untuk
penilaian hormonal siklus menstruasi pada infertilitas, pengambilan sekret
harus dilaksanakan pada hari siklus tertentu, sesuai pada fase-fase pada siklus
haid. Sediaan vaginal biasanya harus diambil pada hari siklus ke-8, 14, 19 dan
22 atau hari siklus ke-8, 15 dan 22.
d) Untuk
penilaian postmaturitas, pengambilan sekret vaginal dilakukan bila umur
kehamilan telah melewati waktu dua minggu melebihi dari tanggal tafsiran partus
dan ketuban janin harus masih utuh (belum pecah).
e) Penggunaan
apusan Pap untuk deteksi dan diagnostik lesi prakanker dan kanker serviks,
untuk menghasilkan interpretasi yang akurat diperlukan syarat-syrat sebagai
berikut:
(1) Bahan
pemeriksaan harus berasal dari portio serviks (sediaan servikal) dan dari
mukosa endoserviks (sediaan endoservikal).
(2) Pengambilan
apusan Pap dapat dilakukan setiap waktu diluar masa haid yaitu sesudah hari
siklus haid ketujuh sampai masa premenstruasi.
(3) Apabila
penderita mengalami gejala perdarahan di luar masa haid dan dicurigai
disebabkan oleh kanker serviks, maka sediaan apusan harus dibuat saat itu,
walaupun ada perdarahan.
(4) Alat-alat
yang digunakan untuk pengambilan bahan apusan Pap sedapat mungkin diusahakan
yang memenuhi syarat, untuk menghindari hasil pemeriksaan negatif palsu.
6) Fiksasi
sediaan apusan pap
Sediaan sitologi apusan
Pap dapat difiksasi dengan berbagai macam bahan fiksasi, tetapi yang umum
dilakukan saat ini adalah fiksasi basah dengan cairan alkohol 95% atau fiksasi
kering dengan hair spray. Macam-macam bahan fiksasi sediaan sitologi apusa Pap
adalah:
a) Alkohol
95% (alkohol teknik, tidak perlu alkohol PA).
b) Alkohol
eter dengan perbandinagn 1:1.
c) Fiksasi
kering dengan cytotrep, dryfix atau hair spray.
Hair spray untuk rambut
merupakan bahan fiksasi yang cukup baik untuk sediaan sitologi apusan
Pap. Fiksasi yang tepat memegang peranan penting untuk dapat menghasilkan
sediaan yang baik. Prinsip fiksasi adalah memasukkan sediaan ke dalam cairan
fiksasi secepat mungkin, sewaktu sekret masih segar dan jangan ditunggu sampai
kering baru difiksasi, karena akan terjadi defek pengeringan pada sediaan, yang
dapat menyulitkan interpretasi sediaan sitologi, terutama untuk interpretasi
sitologi hormonal.
(1) Cara
fiksasi basah
Setelah sediaan selesai
dibuat, sewktu sekret masih segar, masukkan segera ke dalam alkohol 95%.
Setelah difiksasi selama 30 menit, sediaan dapat diangkat dan dikeringkan atau
dapat pula sediaan itu dikirim dalam botol bersama cairan fiksasinya.
(2) Cara
fiksasi kering
Setelah sediaan selesai
dibuat, sewaktu sekret masih segar, semprotkan segera hair spray pada kaca
objek yang mengandung apusan sekret tersebut, dengtan jarak kurang lebih 10-15
cm dari kaca objek, sebanyak 2-4 kali. Kemudian keringkan sediaan dengan
membiarkannya di udara terbuka selam 5-10 menit. Setelah kering, sediaan siap
dikirim ke laboratorium sitologi.
7) Cara
mengirim sediaan apusan pap
Untuk mengirim sediaan
apusa Pap ke laboratorium sitologi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
dikirim ke laboratorium oleh kurir/penderita sendiri dan dikirim laboratorium
melalui pos.
Pulasan sediaan apusan pap
Pulasan sediaan apusan
Pap adalah pulasan Papanicolau. Untuk pulasan ini digunakan zat-zat warna
Harris hemotoxylin, orange-G dan polychrome (EA-50).
a) HASIL
PULASAN
Sel epitel: inti
berwarna biru gelap atau hitam gelap.
Nucleoli berwarna merah
dan sitiplasma berwarna merah muda (eosinofil) atau hijau kebiruan. Sel darah
merah berwarna merah terang, sel leukosit berwarna biru muda dengan inti
berwarna biru hitam. Bakteri berwarna abu-abu.
Trichomonas: berwarna
biru keabu-abuan.
Monilia: hifa berwarna
merah muda dan spora berwarna merah.
b) Penyebab
hasil pulasan yang tidak baik
Pulasan yang tidak baik
biasanya disebabkan oleh oleh hal-hal sebagai berikut:
(1) Sediaan
mengalami defek pengeringan sebelum difiksasi. Semua sel yang terlihat dalam
sediaan berwarna merah muda dan tidak ada perbedaan warna antara sitoplasma dan
inti.
(2) Fiksasi
yang tidak adekuat.
(3) Menggunakan
kaca objek nyang belum dibersihkan atau berminyak.
(4) Menggunakan
zat warna atau alcohol yang tidak adekuat.
(5) Menggunakan
warna pulasan tidak tepat.
(6) Dehidrasi
kurang sempurna pada waktu proses pulasan.
(7) Pengeringan
selama jalannya pemulasan sediaan.
c) Kesalahan
umum pada pembuatan dan pemrosesan sediaan apusan PAP:
(1) Apusan
secret yang tidak cukup/tidak memadai.
(2) Sediaan
terlalu tebal dengan penyebaran yang tidak merata di atas kaca objek.
(3) Secret
apusan diambil dari lokasi yang salah, misalnya dari dinding posterior vagina,
yang seharusnya dari portio serviks.
(4) Menggunakan
kaca objek yang belum dibersihkan dari lapisan lemaknya.
(5) Pengeringan
di udara sebelum difiksasi atau selama proses pulasan.
(6) Fiksasi
yang kurang sempurna, mungkin waktunya terlalu singkat atau kadar alcohol
terlalu rendah jauh dari yang seharusnya.
(7) Pulasan
yang tidak memadai, misalnya waktunya tidak tepat, dehidrasinya kurang sempurna
atau kesalahan pada pembuatan campuran zat warna pulasan.
c. Tes
IVA
Pemeriksaan infeksi
visual dengan mata telanjang (tanpa pembesaran) seluruh permukaan leher rahim
dengan bantuan asam asetat/cuka yang diencerkan. Pemeriksaan dilakukan tidak
dalam keadaan hamil maupun sedang haid.
1) Cara kerja IVA
Posisi pemeriksaan sama
dengan pada tes pap. Dengan mengoleskan asam asetat (cuka dapur) yang telah
diencerkan (3-5%) ke leher rahim, tenaga kesehatan terlatih akan melihat
perbedaan antara bagian yang sehat dan yang tidak normal. Asam asetat merubah
warna sel-sel abnormal menjadi lebih putih dan lebih menonjol dibandingkan
dengan permukaan sel sehat.
Jika hasil tes IVA positif, belum tentu menderita kanker, hasil positif menunjukkan
adanya lesi prakanker, yang jika tidak diobati, kemungkinan akan menjadi kanker
dalam waktu 3-17 tahun yang akan datang.
2) Peralatan
Dan Bahan Lain
IVA dapat dilakukan di
klinik manapun yang mempunyai sarana berikut ini :
a) Meja
Periksa
b) Sumber
cahaya / lampu
c) Spekulum
Bivalved (Cusco or Graves)
d) Rak
atau wadah peralatan
Bahan – bahan yang
diperlukan untuk melakukan tes IVA harus tersedia di tempat :
a) Kapas
lidi untuk swab Kipas lidi digunakan untuk menghilangkan mukosa dan cairan
keputihan dari serviks dan untuk mengoleskan asam asetat ke serviks
b) Sarung
tangan periksa yang baru atau sarung tangan bedah yang telah di DTT
c) Spatula
dari kayu dan/atau kondom digunakan untuk mendorong dinding lateral dari vagina
jika menonjol melalui bilah spekulum
d)
Larutkan cairan asam
asetat (3-5%) (cuka putih dapat digunakan)
e) Larutan
klorin 0,5% untuk dekontaminasi peralatan dan sarung tangan
f) Formulir
catatan untuk mencatat temuan
3) Tindakan
Umum
Untuk melakukan IVA, petugas mengoleskan
larutan asam asetat pada serviks. Larutan tersebut menunjukkan perubahan pada
sel-sel yang menutupi serviks (sel-sel epithel) dengan menghasilkan reaksi
“acetowhite”.
4) Klasifikasi
Hasil Tes IVA
KLASIFIKASI IVA TEMUAN
KLINIS
IVA negative = Serviks
normal.
IVA radang = Serviks
dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).
IVA positif = ditemukan
bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran
temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini
mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia
ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
IVA- Kanker serviks
Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih
akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan
masih pada stadium invasif dini.
Petunjuk Langkah demi
Langkah
Langkah
1 : Sebelum melakukan tes IVA, diskusikan tindakan dengan ibu/klien. Jelaskan
mengapa tes tersebut dianjurkan dan apa yang akan terjadi pada saat
pemeriksaan. Diskusikan juga mengenai sifat temuan yang paling mungkin dan
tindak lanjut atau pengobatan yang mungkin diperlukan
Langkah
2 : Pastikan semua peralatan dan bahan yang diperlukan tersedia, termasuk
spekulum steril atau yang telah di DTT, kapas lidi dalam wadah bersih, botol
berisi larutan asam asetat dan sumber cahaya yang memadai. Tes sumber cahaya
untuk memastikan apakah masih berfungsi.
Langkah
3 : Bantu ibu memposisikan dirinya diatas meja ginekologi, tutup badan ibu
dengan kain, nyalakan lampu/senter dan arahkan ke vagina ibu
Langkah
4 : Cuci tangan secara merata dengan sabun dan air, kemudian keringkan dengan
kain bersih dan kering atau dianginkan. lakukan palpasi perut
Langkah
5 : pakai sarung tangan periksa yang baru atau sarung tangan bedah yang telah di-DTT.
TES IVA
Langkah
1 : Periksa kemaluan bagian luar kemudian periksa mulut uretra apakah ada
keputihan.
Langkah
2 : dengan hati-hati memasukkan spekulum sepenuhnya atau sampai terasa ada
penolakan kemudian perlahan-lahan membuka bilah/cocor untuk melihat serviks.
Langkah
3 : Bila serviks dapat dilihat seluruhnya, kunci cocor spekulum dalam posisi
terbuka sehingga akan tetap ditempat saat melihat serviks. Dengan melakukan hal
tersebut providor paling tidak mempunyai satu tangan bebas
Langkah
3a : Jika menggunakan sarung tangan luar, celupkan kedua ujung tangan ke dalam larutan
klorin 0,5% kemudian lepas sarung tangan dengan sisi dalam berada di luar.
Langkah
4 : pindahkan sumber cahaya agar serviks dapat terlihat dengan jelas
Langkah
5 : amati serviks dan periksa apakah ada infeksi (cervicitis) seperti cairan putih keruh
(mucopus); ektopi (ectropion); tumor yang terlihat atau kista Nabothian,nanah
atau lesi “strawberry” (infeksi Trichomonas)
Langkah
6 : Gunakan kipas lidi untuk membersihkan cairan yang keluar, darah atau mukosa
dari serviks. Buang kapas lidi ke dalam wadah tahan bocor atau kantung
plastik
Langkah
7 : identifikasi cervical os dan SSK dan arca sekitarnya.
Langkah
8 : Basahkan kapas lidi ke dalam larutan asam asetat kemudian oleskan pada
serviks.
Langkah
9 : setelah serviks telah dioleskan dengan larutan asam asetat
Langkah
10 : Periksa SSK dengan teliti. Lihat apakah serviks mudah berdarah. Cari apakah dada plak
putih yang menebal atau epithel acetowhite.
Langkah
11 : bila perlu, oleskan kembali asam asetat atau usap serviks dengan kapas lidi bersih untuk
menghilangkan mukosa, darah atau dobris yang terjadi pada saat
pemeriksaan dan yang menggangu pandangan.
Langkah
12 : Bila pemeriksaan visual pada serviks telah selesai, gunakan kapas lidi
yang baru untuk menghilangkan asam asetat yang tersisa pada serviks dan vagina
Langkah
13 : Lepaskan speculum secara halus
Langkah
14 : Lakukan pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan rectovaginal (jika perlu).
Langkah-langkah Pasca IVA
Langkah
1 : Bersihkan lampu dengan lap yang dibasahi larutan klorin 0,5% atau alkohol
untuk menghindari kontaminasi silang antar pasien
Langkah
2 : Celupkan kedua sarung tangan yang masih dipakai ke dalam larutan klorin
0.5%.
Langkah
3 : Cuci tangan secara merata dengan sabun dan air , kemudian keringkan dengan kain
bersih dan kering atau dianginkan
Langkah
4 : Jika hasil tes IVA negatif, minta ibu untuk mundur dan bantu ibu untuk duduk. Minta ibu agar
berpakaian
Langkah
5 : Catat hasi tes IVA dan temuan-temuan lain seperti bukti adanya infeksi (cervicitis);
Langkah
6 : Diskusikan hasil tes IVA dan pemeriksaan panggul bersama si ibu.
Langkah
7 : Jika hasil tes IVA positif atau diduga ada kanker, katakan pada si ibu
d. Servikografi
Pemeriksaan kelainan
di porsio dengan
membuat foto pembesaran
porsio setelah
dipulas dengan asam asetat 3
-5%
yang dapat dilakukan oleh bidan. Hasil foto serviks dikirim
ke ahli ginekologi
(yang bersertifikat untuk
menilai). Servikografi terdiri dari kamera 35
mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh dokter,
perawat,atau tenaga kesehatan lainnya, dan slide (servikogram) dibaca oleh
yang mahir dengan
kolposkop. Disebut negatif
atau curiga jika
tidak tampak
kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan
disebut defek secara teknik jika servikogram
tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash). Hasil
pemotretan merupakan foto slaid yang dapat dikirimkan pada ahlinya untuk
dinilai.Kamera khusus digunakan untuk memfoto leher rahim. Film dicetak dan foto
diinterpretasi oleh petugas terlatih. Pemeriksaan ini terutama digunakan
sebagai tambahan dari deteksi dini dengan menggunakan IVA, tetapi dapat juga sebagai
metode penapisan primer.
e. Kolposkopi
Pemeriksaan visual
bertenaga tinggi (pembesaran) untuk melihat leher rahim, bagian luar dan kanal
bagian dalam leher rahim. Pemeriksaan
melihat porsio (juga
vagina dan vulva)
dengan pembesaran 10-15x.;
untuk menampilkan porsio,
dipulas terlebih dahulu
dengan asam asetat
3-5%. Biasanya
disertai biopsi jaringan
ikat yang tampak abnormal. Terutama digunakan untuk mendiagnosa. Pada porsio dengan
kelainan (infeksi HPV
atau NIS) terlihat
bercak putih atau perubahan corakan pembuluh darah.
Kolposkopi dapat berperan sebagai alat skrining awal, namun
ketersediaan alat ini terbatas karena mahal.Oleh karena itu alat ini lebih sering digunakan dalam
prosedur pemeriksaan lanjut dari hasil Tes Pap abnormal Kalau pemeriksaan
sitologi menilai perubahan
morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi,
maka kolposkopi menilai
perubahan pola epitel
dan vaskular serviks yang
mencerminkan perubahan biokimia
dan perubahan metabolik
yang terjadi di
jaringan serviks. Hampir semua
NIS terjadi di
daerah transformasi, yaitu daerah
yang terbentuk akibat
proses metaplasia. Daerah
ini dapat dilihat
seluruhnya dengan alat
kolposkopi, sehingga biopsi
dapat dilakukan lebih terarah.
Jadi tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan
untuk membuat diagnosis
histologik tetapi menentukan kapan
dan di mana
biopsi harus dilakukan.
f.
Gineskopi
Alat ini dikenalkan
Abrams, 1987. Gineskopi menggunakan
teleskop monokuler, ringan dengan
pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk
meningkatkan skrining
dengan sitologi. Biopsi
atau pemeriksaan kolposkopi
dapat segera disarankan bila
tampak daerah berwarna
putih dengan pulasan
asam asetat. Hasil tersebut
memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga
paramedik/bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan
sitologi tidak ada.
g.
Polar
Probe
Metode terbaru ini
masih dikembangkan di
negara maju. Merupakan
alat opro - elektronik untuk mengukur biofisik dan respons optik dengan
stimulasi elektrik jaringan
serviks. Akan dihasilkan
energi listrik dan
gelombang ringan bila
ada prakanker dan kanker.
Keuntungannya, hasil pemeriksaan
dapat langsung diketahui dan mudah.
Seperti alat penapis
lainnya, polar probe
bersama tes Pap
akan meningkatkan akurasi pemeriksaan hingga lebih dari 90%.
h. HSG
(Hysterosalpingography)
HSG adalah alat yang digunakan untuk mengetahui kesuburan
uterus dan tuba fallopi,
biasanya digunakan untuk mengetahui infertilitas.
HSG dilakukan dengan
menyemprotkan cairan yang
mengandung zat kontras
ke dalam rongga rahim
melalui vagina. Kemudian
dilakukan foto rontgen
hingga akan terlihat apakah zat
kontras tersebut masuk ke dalam saluran telur atau tidak. Bila masuk,
berarti bebas dari
perlekatan atau penyumbatan
yang dalam istilah
medis disebut paten. Sebaliknya bila zat kontras tidak
dapat memasuki saluran telur, berarti ada penyumbatan yang lebih dikenal dengan
istilah saluran telur nonpaten.
Hanya saja pemeriksaan
khusus ini tidak
dapat dilakukan sembarang
waktu. Waktu pemeriksaan yang
tepat adalah hari
ke-9, ke-10 atau
ke-11 dalam siklus
haid (dihitung sejak hari pertama
mendapat haid). Umumnya saat memasuki hari ke-9, haid telah selesai dan belum
terjadi ovulasi (dilepaskannya sel
telur dari indung
telur). Sebaiknya HSG dilakukan seminggu setelah menstruasi,
sebelum ovulasi untuk meyakinkan bahwa pasien tidak sedang hamil pada saat
pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan
setelah haid selesai, Ini
dimaksudkan agar cairan kontras tadi
tidak ikut masuk
ke pembuluh darah
yang saat menstruasi
dalam keadaan terbuka. Kalau
sampai ikut masuk
dikhawatirkan akan menyebabkan penyumbatan di pembuluh darah. Pemilihan hari-hari yang
diasumsikan belum terjadi ovulasi sebagai hari pemeriksaan pun
bertujuan agar tidak
mengganggu sel telur
yang akan dilepaskan
oleh indung telur. Memasukkan
cairan yang mengandung
zat kontras ke
dalam saluran telur dikhawatirkan
dapat memengaruhi kualitas sel telur.
i.
USG
Pemeriksaan
payudara dengan mamografi lebih superior dalam mendeteksi kanker payudara
dibandingkan dengan USG. USG terutama berperan pada payudara padat yang
biasanya ditemui pada wanita muda, jenis payudara ini kadang – kadang sulit
dinilai dengan mamografi. USG juga sangat bermanfaat untuk membedakan apakah
massa padat atau kistik, yang hampir sama pada gambaran mamografi, tetapi
kalsifikasi halus (mikrokalsifikasi) tidak dapat dideteksi dengan USG.
Pembesaran
kelenjar aksiler yang dapat mengubah pengobatan dan prognosis penderita juga
dapat dikenali dengan pemeriksaan USG, terutama kelenjar aksiler yang sulit
teraba secara klinis. Jika mamografi dan USG dipakai bersama-sama dalam
prosedur diagnostik, akan diperoleh sensitivitas sebesar 97%.8-10 Orang dengan usia lebih
muda lebih sensitif terhadap pajanan radiasi, oleh karena itu biasanya USG
dipilih sebagai pemeriksaan awal. Apabila pada hasil pemeriksaan ditemukan
kista, tidak perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan. Bila massa ditemukan padat
setidaknya dilakukan pemeriksaan mamografi untuk mendeteksi kalsifikasi halus
(mikrokalsifikasi) Saat ini terdapat automated breast ultrasound (ABUS) yang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan USG biasa karena dapat meminimalisasi
ketergantungan terhadap kemampuan operator. Penggunaan automated breast
ultrasound (ABUS) meningkatkan sensitivitas dalam mendeteksi kanker payudara
dari 50% menjadi 81%.
Pemeriksaan
ultrasonografi dapat dilakukan setiap saat dan dapat membedakan benjolan yang teraba apakah merupakan kista
atau lesi solid /padat.
j.
Mamografi
Mamografi
sudah lama diterapkan sebagai standar baku pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi
kanker payudara. Selain mampu memberikan visualisasi abnormalitas jaringan
lunak yang adekuat, mamografi juga mampu mendeteksi kalsifikasi halus
(mikrokalsifikasi).
Terdapat
penurunan tingkat mortalitas akibat kanker payudara setelah mamografi digunakan
sebagai modalitas skrining kanker payudara. Mamografi terutama berperan pada
payudara dengan jaringan lemak dominan serta jaringan fibroglanduler yang
relatif lebih sedikit, yang biasanya ditemukan pada wanita berusia lebih dari
40 tahun. Peranan mamografi berkurang pada payudara yang mempunyai jaringan
fibroglanduler padat, yang sering terdapat pada wanita berusia kurang dari 30
tahun. Pemeriksaan ini memiliki
sensitivitas 75% dan di bawah 50% pada wanita yang mempunyai payudara dengan
jaringan fibroglanduler padat; spesifisitasnya sebesar 90%.
Pada
mamografi dilakukan penekanan payudara. Teknik pemotretan mamografi dilakukan
dalam 2 posisi, posisi utama umumnya adalah kranio-kaudal dan mediolateral.
Pada beberapa pusat kedokteran, sering juga dipakai posisi
mediolateral-oblik. Saat ini terdapat
jenis mamografi terbaru, yaitu mamogram tomosintesis 3D (breast tomosynthesis).
Mesin ini menggunakan radiasi yang lebih tinggi dibanding mamografi 2D, namun
memberikan gambaran jaringan payudara yang lebih jelas dari berbagai sudut.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pemeriksaan tomosintesis mengurangi
kemungkinan dilakukannya pemeriksaan tambahan untuk deteksi kanker payudara.
k. Magnetic
Resonance Imaging (MRI)
MRI terutama berperan untuk
mendeteksi kanker payudara pada orang yang lebih muda (kurang dari 40 tahun).
Pemeriksaan MRI dengan kontras menunjukkan sensitivitas tinggi (sebesar 90%)
dalam mendeteksi kanker payudara, dengan spesifisitas 72%. MRI memiliki
kelebihan karena selain tidak menggunakan radiasi pengion, juga baik dalam
menentukan ukuran dan penyebaran kanker payudara. American Cancer Society
merekomendasikan MRI sebagai pemeriksaan pelengkap, bukan sebagai pengganti pemeriksaan mamografi
dalam mendeteksi kanker payudara.
Penggunaan
MRI ini terutama disarankan untuk wanita yang berisiko tinggi seperti payudara dengan implant menderita
kanker payudara karena walaupun MRI dengan kontras memiliki tingkat
sensitivitasyang lebih tinggi dibandingkan mamografi, MRI juga memiliki tingkat
positif palsu yang lebih tinggi (kemungkinan mendeteksi sesuatu yang pada
kenyataannya bukan kanker). Selain itu, MRI belum tersedia secara luas di
fasilitas kesehatan, serta biayanya lebih besar. kriteria ketepatan
(Acrappropriateness riteria) American College of Radiology mengeluarkan
kriteria ketepatan pemilihan modalitas pemeriksaan radiologi dalam mendeteksi
kanker payudara sebagai berikut:
a)
Wanita
dengan risiko tinggi:
Wanita dengan mutasi gen BRCA dan
yang memiliki riwayat keturunan mutasi gen BRCA.
3.
Prosedur
a. Pemeriksaan
payudara sendiri (sadari)
Berikut cara
pemeriksaan payudara yang bisa dilakukan sendiri:
1) Inspeksi
(melihat) payudara di muka cermin
Berdirilah di muka
cermin, kemudian gantungkan kedua lengan secara lemas disisi tubuh.Kesehatan
Reproduksi Masalah
Gangguan Pada Kesehatan Reproduksi Dan Upaya Penanggulangannya Perhatikan apakah ada
kelainan pada payudara, seperti :
a) ketidaktarikan
kulit,
b) puting
susu masuk ke dalam,
c) benjolan,
d) borok
pada payudara,
e) perubahan
warna kulit,
(1)
pori-pori yang melebar seperti
kulit jeruk,
(2)
atau ketidaksamaan
bentuk/besar payudara kanan dan kiri.
(3)
Kemudian angkat kedua
lengan di samping kepala. Perhatikan apakah adakelainan atau ketidaksamaan
gerakan payudara kanan-kiri pada saat lengan diangkat.
(3)
2) Palpasi
(meraba) payudara sambil berbaring
Pemeriksaan palpasi
dilakukan dengan ujung 4 jari tangan (jari telunjuk sampaidengan kelingking)
kecuali jempol. Lakukan perabaan, dengan tangan kiri untuk payudara kanan dan
dengan tangan kanan untuk payudara kiri. Pada saat memeriksa payudara
sebelah kanan, punggung kiri diganjal bental, demikian pula sebaliknya saat
memeriksa payudara kiri. Lakukan palpasi dengan sirkuler (melingkar), mengitari
putting susu kemudian
pindah ke daerah di atasnya, lakukan itu secara melingkar juga. demikian seterusnya
sampai ke tepi. Perhatikan,
apakah ada perbedaan kepadatan antara payudara kanan dengan payudara kiri,
atau teraba benjolan, dan terasa nyeri pada bagian yang anda raba, kalau iya
pastikan di mana letaknya.
b. Pemeriksaan payudara oleh tenaga terlatih ( clinical
breast examination / CBE)
Pada usia 20-30 th dianjurkan CBE setiap 3 tahun. Untuk wanita yang mendapat
kelainan saat SADARI ada benjolan dilakukan CBE sehingga dapat dipastikan ada
kemungkinan keganasan atau tidak. Pemeriksaan menggunakan alat seperti
Mamografi dan USG.
c.
Voluntary
Counseling and Testing untuk Orang Berisiko HIV/AIDS
1)
Tahapan
Voluntary Counseling and Testing
Voluntary counseling and
testing pada dasarnya
merupakan gabungan dari
konseling dan tes.
Voluntary counseling and
testing memiliki 3
tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu tahap konseling pra testing, tahap
tes HIV, tahap konseling pasca testing.
a)
Konseling
Pra Testing.
Konseling yang dilakukan sebelum seseorang melakukan tes HIV yang
bertujuan untuk membantu klien dalam membuat keputusan yang
baik tentang apakah
akan menjalani tes
HIV atau tidak,
dengan sebelumnya klien diberikan informasi yang baik, benar, jelas dan
tepat tentang tes HIV dan HIV/AIDS.
Langkah-langkah dalam konseling pra testing antara lain adalah:
(1)
Pertama
Menerima klien dilakukan
konselor dengan menyambut
kedatangan klien, membukakan pintu jika pintu dalam keadaan tertutup,
berjabat tangan, menyapa
dengan menyebutkan nama
jika sudah kenal,
jika belum menanyakan
nama. Menerima klien
dengan hal tersebut
agar klien merasa
diterima dan diperhatian
oleh konselor, sehingga mempermudah proses konseling
selanjutnya.
(2)
Kedua
Membangun Rapport atau
Menjalin Hubungan. Menjalin
hubungan bertujuan agar konselor dan klien saling mengenal dan menjalin
kedekatan emosional untuk
pemecahan masalah dengan
menciptakan suasana yang
santai, nyaman, aman,
agar klien merasa
tidak takut, percaya
dan bebas mengungkapkan perasaan
dan pernyataan yang
ingin disampaikan sehingga klien
percaya dan terbuka kepada konselor. konselor
menanyakan identitas klien;
serta konselor menjelaskan
peraturan dalam proses konseling yang akan dilakukan.
(3)
Ketiga
Eksplorasi disebut juga
dengan penggalian masalah
yang bertujuan untuk
mencari tahu permasalahan
dan perasaan yang dialami oleh klien. Pertanyaan konselor
yang diberikan saat eksplorasi antara lain adalah alasan klien datang kesini, perasaan
klien, situasi klien, menggali informasi berkaitan dengan faktor perilaku
berisiko HIV, seperti perilaku seksual, tato/tindik, jarum suntik, transfusi
darah.
(4)
Keempat
Identifikasi dilakukan konselor
untuk membantu klien menentukan permasalahan yang dialami dan mengetahui
penyebab permasalahan yang dialaminya. Dalam identifikasi ini konselor
membiarkan klien untuk
menceritakan permasalahan dan
perasaan yang dialaminya. Konselor bertugas mendengarkan
dan mengarahkan klien.
(5)
Kelima
Memberikan Informasi sangat diperlukan dalam voluntary counseling
and testing terutama
dalam konseling pra
testing, karena masih kurangnya informasi tentang voluntary
counseling and testing dan HIV/AIDS.
Konselor memberikan informasi
dengan baik, jelas,
tepat antara lain
informasi tentang VCT
dan prosedurnya, tentang
HIV/AIDS serta penularan
HIV/AIDS. Dengan informasi
yang didapat dalam
tahap ini berguna
untuk menentukan keputusan
apakah mau menjalani
tes HIV atau tidak.
(6)
Keenam
Membuat Perencanaan. Setelah
informasi didapatkan, selanjutnya yaitu klien dibantu oleh
konselor untuk membuat perencanaan dengan cara konselor memberikan
alternatif-alternatif perencanaan, serta
berdiskusi bersama mengetahui kelebihan dan kekeurangan dari alternatif perencanaan.
(7)
Ketujuh
Membuat Keputusan. Setelah
informasi dan berdiskusi
perencaanaan, tibalah saatnya
eksekusi yaitu menentukan
keputusan apakah mau
tes HIV atau
tidak. Jika tidak
mau, maka konselor
diberi kesempatan untuk
menyakinkan dan memberikan penguatan kembali, lalu ditanyakan kembali.
Jika jawaban tetap
tidak, maka konselor
tidak boleh memaksa dan proses konseling diakhiri. Jika
jawaban mau dites HIV, maka masuk ke tahap berikutnya.
b)
Tes HIV
Proses pengambilan darah
sebanyak 2cc untuk
dites guna mengetahui
status klien apakah
positif HIV atau
negatif HIV. Namun sebelum tes HIV dilakukan, klien
diwajibkan untuk mengisi dan menandatangani
surat pernyataan dan
persetujuan melakukan tes
HIV yang sering disebut informed
consent
c)
Konseling
Pasca Testing
Konseling yang dilakukan
setelah klien melakukan tes HIV yang bertujuan untuk
membacakan hasil tes, membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan
hasil tes, baik itu positif maupun negatif
serta memberikan informasi dan penguatan kepada klien. Langkah-langkah
dalam konseling pasca testing adalah :
(1)
Pertama
Menerima Klien. Konselor
mempersilakan klien kembali
masuk ke ruangan
voluntary counseling and
testing dengan ramah,
baik dan sopan sesuai dengan kode etik konselor.
(2)
Kedua
Mengembangkan Hubungan. Konselor
mengembangan hubungan dengan
klien untuk mengetahui
kesiapan mengetahui hasil
tes. Yang bisa
dilakukan dalam langkah
ini adalah konselor
menanyakan kesiapan klien. Jika
sudah siap, maka lanjut ke langkah berikutnya. Namun jika belum siap, konselor
bertugas memotivasi klien hingga siap.
(3)
Ketiga
Perencanaan Kegiatan. Konselor membantu klien membuat perencanaan
tentang hasil yang akan didapatkan dengan cara melakukan pengandaian jika hasil
positif dan negatif. Konselor menanyakan
kepada klien, jika hasil positif apa
yang akan dilakukan dan jika hasil negatif
apa yang dilakukan. Cara ini dilakukan untuk membuat klien mengetahui
apa yang akan dilakukan dan membuat klien bertanggung jawab kepada dirinya
sendiri.
(4)
Keempat
Membacakan Hasil Tes. Pada langkah ini, konselor waktunya untuk membacakan
hasil tes dan
klien mengetahui status
kesehatannya. Konselor membacakan
hasil tes dengan
nada suara yang
datar, tidak menunjukkan
muka tertentu, tidak
tergesa-gesa, dan tidak
memberikan komentar. Setelah
membacakan hasil tes,
konselor diam sejenak
untuk menunggu reaksi
klien dan untuk
memberi waktu klien
menerima hasil tes dirinya. Selanjutnya konselor menjelaskan
hasil tes yang diterima klien.
(5)
Kelima
Integritas Hasil Tes. Dalam langkah integrasi hasil tes ini ada
dua, yaitu integrasi
kognitif dan integrasi
emosional. Integrasi kognitif
yaitu mengetahui pemahaman
klien tentang HIV
sesuai hasil yang
diterima. Integrasi kognitif
dilakukan oleh konselor dengan menanyakan pengetahuan tentang
HIV mengenai hasilnya,
setelah itu konselor
menambahan jika ada yang kurang dan memperbaiki jika ada yang kurang
tepat. Integrasi emosional
yaitu mengetahui pengaruh
hasil tes yang
diterima dengan emosional
yang terjadi pada
klien.
(6)
Keenam
Memberikan Informasi. Informasi yang diberikan pada tahap ini disesuaikan
dengan hasil tes
yang didapatkan klien.
Jika hasil negatif,
konselor memberikan informasi tentang masa jendela (window period), pola
hidup yang baik, dan menyarankan untuk tiga bulan setelah hari tes kembali lagi
untuk tes ulang. Jika hasil positif, konselor memberikan informasi apa yang
harus dilakukan oleh klien, pola hidup yang baik, menghindari hal-hal yang
dapat menularkan HIV/AIDS.
(7)
Ketujuh
Memberikan Harapan, Advokasi, Motivasi dan Pemberdayaan. Dalam langkah ini, konselor
memberikan harapan, advokasi dan
pemberdayaan dengan memberikan
pernyataan secara konsisten
dan realisitis tentang
adanya harapan disertai
dengan bukti-bukti yang
mendukung, memfokuskan pada masalah kualitas hidup dan mendorong klien
agar berpartisipasi aktif untuk
meningkatkan status kesehatannya.
(8)
Kedelapan
,Mengidentifikasi Sumber Rujukan yang Memadai. Pada langkah ini konselor
membantu klien dalam mengindentifikasi kebutuhan dukungan yang diperlukan oleh
klien. Rujukan tersebut meliputi kelompok dukungan sebaya,
rumah sakit, puskesmas,
terapi individual, intervensi
krisis, layanan media,
informasi terapi alternatif,
rehabilitasi pengguna narkoba,
layanan hukum, sosial,
psikologis, dan spiritual,
serta program-program lainnya.
(9)
Kesembilan
Konselor Melakukan Layanan lanjutan terdiri dari
konseling lanjutan dan
pelayanan penanganan manajemen
kasus. Langkah konseling
lanjutan ini bisa
dilakuan diwaktu lain.
Dalam langkah ini konselor
melakukan konseling lanjutan bisa dengan pasangan jika mempunyai
pasangan, bisa dengan orangtua
dan bisa dengan
anak. Namun konseling
lanjutan harus sesuai
dengan persetujuan dari
klien. Pelayanan penanganan
manajemen kasus bertujuan membantu klien untuk mendapatkan pelayanan
berkelanjutan yang dibutuhkan.
Tahapan dalam manajemen kasus adalah identifikasi, penilaian
kebutuhan pengembangan rencana tindak individu, rujukan sesuai kebutuhan dan
tepat dan koordinasi pelayanan tindak lanjut.
4. Sistem
: Jakarta Papsmear center,
RS Gunung Jati sub klinik seroja khusus HIV/AIDS.
Boleh di tambahkan tentang sistem pemeriksaan iva
BalasHapus