teori SOR dalam merubah perilaku dalam kebidanan
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Aplikasi Teori S-O-R dalam merubah Perilaku
A.
Teori
S-O-R:
Perubahan perilaku didasari oleh: Stimulus –Organisme —Respons.
1.
Perubahan
perilaku terjadi dengan
cara meningkatkan atau
memperbanyak rangsangan (stimulus).
2.
Oleh sebab
itu perubahan perilaku
terjadi melalui proses
pembelajaran (learning
process).
3.
Materi
pembelajaran adalah stimulus.
Proses perubahan perilaku menurut teori S-O-R.:
a.
Adanya
stimulus (rangsangan): Diterima atau ditolak
b.
Apabila
diterima (adanya perhatian) mengerti (memahami) stimulus.
c.
Subyek
(organisme) mengolah stimulus, dan hasilnya:
·
Kesediaan
untuk bertindak terhadap stimulus (attitude)
·
Bertindak
(berperilaku) apabila ada dukungan fasilitas (practice).2
Menurut stimulus response
ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus,
sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan
dan reaksi komunikan (Effendy 2003:254). Asumsi dasar dari model ini adalah media
massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan.
Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah (Effendy 2003:254) :
a. Pesan (stimulus, S)
b. Komunikan (organism, O)
c. Efek (Response, R)
Objek materialnya
adalah manusia yang
jiwanya meliputi komponen-komponen: sikap,
opini, perilaku, kognisi,
afeksi dan konasi.
Menurut
model ini, organism menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus
tertentu pula, efek
yang ditimbulkan adalah
reaksi khusus terhadap stimulus
khusus, sehingga seseorang
dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan
reaksi komunikan.
Asumsi
dasar dari model ini adalah : media massa menimbulkan efek yang terarah, segera
dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory atau
S-R theory. Model
ini menunjukkan bahwa
komunikasi merupakan proses aksi-reaksi.
Artinya model ini
mengasumsi bahwa kata-kata
verbal, isyarat non
verbal, simbol-simbol tertentu
akan merangsang orang lain
memberikan respon dengan
cara tertentu. Pola
S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau
negatif;misal jika orang tersenyum akan dibalas
tersenyum ini merupakan
reaksi positif, namun
jika tersenyum dibalas dengan
palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif.
Model inilah
yang kemudian mempengaruhi suatu
teori klasik komunikasi yaitu
Hypodermic needle atau
teori jarum suntik.
Asumsi dari teori inipun
tidak jauh berbeda
dengan model S-O-R,
yakni bahwa media secara
langsung dan cepat
memiliki efek yang
kuat terhadap komunikan. Artinya media
diibaratkan sebagai jarum
suntik besar yang
memiliki kapasitas sebagai perangsang
(S) dan menghasilkan
tanggapan (R) yang kuat pula.
Dalam proses
perubahan sikap tampak
bahwa sikap dapat
berubah hanya jika stimulus yang menerpa melebihi semula. Prof. Dr.
Mar’at dalam bukunya “Sikap
manusia, perubahan serta
pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland,
Janis dan Kelley
yang menyatakan bahwa
dalam menelaah sikap yang
baru ada tiga
variabel penting, yaitu
perhatian, pengertian dan penerimaan.
Respon atau
perubahan sikap bergantung
pada proses terhadap individu. Stimulus
yang merupakan pesan
yang disampaikan kepada komunikan dapat diterima atau
ditolak, komunikasi yang terjadi dapat berjalan
apabila komunikan memberikan
perhatian terhadap stimulus
yang disampaikan kepadanya. Sampai
pada proses komunikan
tersebut memikirkannya
sehingga timbul pengertian
dan penerimaan atau
mungkin sebaliknya. Perubahan sikap dapat terjadi berupa perubahan
kognitid, afektif atau behavioral. Adapun keterkaitan model S-O-R dalam
penelitian ini adalah :
1.
Stimulus
yang dimaksud adalah pesan yang disampaikan dalam program Safety Riding
2.
Organisme
yang dimaksud adalah remaja Surabaya.
3.
Respon
yang dimaksud adalah opini khalayak di kalangan remaja.
Hosland, et
al (1953) mengatakan
bahwa proses perubahan
perilaku pada hakekatnya sama
dengan proses belajar.
Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses
belajar pada individu yang terdiri dari :
Stimulus (rangsang)
yang diberikan pada
organisme dapat diterima
atau ditolak. Apabila stimulus
tersebut tidak diterima
atau ditolak berarti stimulus itu
tidak efektif mempengaruhi
perhatian individu dan
berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti
ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif. Apabila
stimulus telah mendapat
perhatian dari organisme
(diterima) maka ia mengerti stimulus ini dilanjutkan kepada proses
berikutnya.
Setelah itu
organisme mengolah stimulus
tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk
bertindak demi stimulus
yang telah diterimanya (bersikap). Akhirnya
dengan dukungan fasilitas
serta dorongan dari
lingkungan maka stimulus tersebut
mempunyai efek tindakan
dari individu tersebut (perubahan perilaku). Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa
perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus
(rangsang) yang diberikan
benar-benar melebihi dari stimulus semula.
Stimulus yang
dapat melebihi stimulus
semula ini berarti stimulus yang
diberikan harus dapat
meyakinkan organisme ini,
faktor reinforcement memegang peranan penting. Stimulus atau
pesan yang disampaikan
kepada komunikan mungkin diterima atau
mungkin ditolak. Komunikasi
akan berlangsung jika
ada perhatian komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan
komunikan inilah yang melanjutkan proses
berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka
terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.
Teori ini
mendasarkan asumsi bahwa
penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas
rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari
sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara
sangat menentukan keberhasilan perubahan
perilaku seseorang, kelompok
atau masyarakat.
Teori S-O-R
sebagai singkatan dari
Stimulus-Organism-Response. Teori
S-O-R berasal dari
psikologi, kemudian menjadi
teori komunikasi. Karena
objek material dari
psikologi dan komunikasi
adalah sama, yaitu manusia yang
jiwanya meliputi komponen-komponen, sikap,
opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi (psikomotorik). Dalam proses
perubahan sikap tampak
bahwa sikap dapat berubah, hanya jika
stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland,
Janis dan Kelley dalam Effendy (2006) yang menyatakan bahwa dalam menelaah
sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu :
a.
perhatian,
b.
pengertian,
dan
c.
penerimaan.
Dalam proses
berkenaan dengan sikap
adalah aspek “How” bukan “What” atau“Why” How to Change the
attitude, bagaimana mengubah sikap komunikan
dalam proses perubahan
sikap. Stimulus atau
pesan yang disampaikan kepada
komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada
perhatian dari komunikan. Stimulus
atau pesan yang
disampaikan kepada komunikan
mungkin diterima atau mungkin
ditolak. Komunikan akan
berlangsung jika ada perhatian dari komunikan, proses
berikutnya komunikan mengerti, kemampuan komunikan inilah
yang melanjutkan proses
berikutnya, setelah komunikan
mengolahnya dan menerimanya
maka terjadilah kesediaan untuk merubah sikap.
Teori S-O-R
adalah salah satu
aliran yang mewarnai
teori yang terdapat dalam
komunikasi massa. Aliran
ini beranggapan bahwa
media masa memiliki efek langsung yang dapat mempengaruhi individu
sebagai audience (penonton dan pendengar). Prinsip stimulus
respon pada dasarnya
merupakan suatu prinsip belajar yang
sederhana. Dimana efek
merupakan rekasi terhadap
stimuli tertentu. Dengan demikian
seseorang dapat
megharapkan atau
memperkirakan suatu kaitan
erta antara pesan-pesan
media dan rekasi audien. Elemen-elemen utama dari teori
ini adalah pesan stimulus seseorang atau receiver (organism) dan efek (respon).3
B.
Perilaku
Perilaku
dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme
atau makhluk hidup yang bersangkutan.
Menurut ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau
reaksi organisme terhadap lingkungannya.
Skinner
(1938) dalam Notoadmodjo, (2005) mendefinisikan perilaku sebagai respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi
melalui proses : respons, sehingga teori ini disebut dengan teori Organisme
Stimulus “S-O-R”. selanjutnya, teori
skinner menjelaskan asa dua jenis respons yaitu :
1.
Respondent
respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut dengan elicting stimuli,
karena menimbulkan reaksi-reaksi yang relative tetap.
2.
Operant
respons atau instrumental respoms, yakni respons yang timbul dan berkembang
kemudian diikuti dengan Stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang
terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce karena berfungsi untuk
memperkuat respon.
Berdasarkan beberapa teori diatas, dapat diuraikan bahwa perilaku adalah
keseluruhan (totalis) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil
bersama antara factor internal dan eksternal.
C.
Pengelompokan
Perilaku
Berdasarkan teori SOR tersebut maka perilaku manusia
dapat dikelompokkan menjadi:
1.
Perilaku tertutup (covert behaviour): perilaku
tertutup terjadi bila espon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat
diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas.
2.
Perilaku
terbuka (Overt behaviour): perilaku terbuka terjadi bila respons terhadap
stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati oleh
orang lain dari luar atau observable behaviour.
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons
organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar sebyek
tersebut. Respon berbentuk dua macam, yakni:
a.
Bentuk
pasif, adalah respon internal, yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan
tidak secara langsungdapat terlihat oleh orang lain. Mislanya berpikir, tanggapan atau sikap batin
dan pengetahuan . misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah
suatu penyakit tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke
puskesmas untuk diimunisasi. Seseorang
menganjurkan orang lain untuk mengikuti keluarga berencana meskipun ia sendiri
tidak ikut keluarga berencana, dari
kedua contoh tersebut terlihat bahwa ibu telah tahu gunanya imunisasi dan
contoh kedau orang tersebut telah mempunyai sikap yang positif untuk mendukung
keluarga berencana meskipun mereka sendiri belum melakukan secara konkret
terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab
itu, perilaku mereka ini sih terselubung ( covert behaviour).
b.
Bentuk
aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung,
misalnya pada kedua contoh diatas, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas
atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah
ikut keluarga berencana dalam arti sudah enjadi akseptor KB. Oleh Karena perilaku mereka ini sudah tampak
dalam bentuk tindakan yata maka disebut overt behaviour.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahua dan sikap adalah
merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih
bersifat terselubung dan disebut covert behaviour. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai
respons terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt behaviour.
D.
Mekanisme
Pembentukan Perilaku
Untuk memahami perilaku individu dapat dalam dua
pendekatan, yang saling bertolak belakang, yaitu :
1.
Menurut
aliran behaviorisme
Behaviorisme menandang bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk
melalui proses pembiasaan penguatan (reinforcement) dengan mengkondisikan
menciptakan stimulus–stimulus (rangsangan) dalam lingkungan. Behaviorisme menjelaskan mengnai proses
terjadinya dan berlangsungnya perilaku individu digambarkan dalam bagan berikut
: S > R.
S = stimulasi (rangsangan) ; R= Respons ( perilaku,aktivitas) dan O =
organisme ( indivudi atau manusia.
Karena stimulus dating dari lingkungan ( W= world) dan R juga ditujukan
kepadanya dapat mekanisme terjadi dan berlangsungnya dapat dilengkapkan seperti
tampak dalam bagan berikut ini : W> S >O >R >W
Yang dimaksud lingkungan ( W) disini dapat dibagi ke dalam dua jenis
yaitu:
a.
Lingkungan
objektif (umegebung = segala sesuatu yang actual disekitar individu dan secara
potensial dapat melahirkan S)
b.
Lingkungan
efektif (umwelt = segala sesuatu yang actual merangsang organismekarena
sesuaidengan pribadinya sehingga menimbulkan kesadaran tertentuada diri
organisme dan ia meresponnya)
c.
Perilaku
yang berlangsung seperti dilukiskan dalam bagan diatas biasa disebut dengan
perilaku spontan.
Contoh : seorang mahsiswa
sedang mengikuti perkuliahan promosi kesehatan diruangan kelas yang terasa
panas, secara spontan mahasiswa tersebut mengipas-ngipaskan buku untuk meredam
kegerahannya. Ruangan kelas yang panas merupakan W dan menjadi stimulus (S)
bagi mahasiswa tersebut (O), secara spontan mengipas-ngipaskan buku merupakan
respons (R) yang dilakukan mahasiswa.
Merasakan ruangan tidak terasa gerah (W) setelah mengipas-ngipakan buku.
Sedangkan perilaku sadar
dapat digambarkan sebagai berikut : W >S >Ow > R >W
Contoh : ketika sedang
mengikuti perkuliahan promosi kesehaan diruangan kelas yang terasa agak gelap
karena waktu sudah sore hari ditambah cuaca mendung, ada seseorang mahasiswa
yang sadarkemudian dia berjalan kedepan dan meminta izin kepada dosen untuk
menyalakan lampu neon yang ada diruangan kelas, sehinga dikelas terasa terang
dan mahasiswa lebih nyaman dalam mengikuti perkuliahan.
Ruangan kelas yang gelap,
waktu sore hari, dan cuaca mendung merupakan W, ada mahasiwa yang sadar akan
keadaan disekelilingnya (Ow), “meski diruangan kelas terdapat banyak mahasiswa
namun mereka mungkin tidak menyadari terhadap keadaan sekeklilingnya”. Berjalan ke depan, meminta izin ke dosen, dan
menyalakan lampu merupakan respons yang dilakukan oleh mahasiswa yang sadar tersebut
(R), suasana kelas menjaditerang dan mahasiswa menjadi lebih nyaman dalam
mengikuti perkuliahan merupakan (W).
2.
Menurut
Aliran Holistik (Humanisme)
Holistic
atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek-aspek
intrinsic (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan factor
penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang
datang dari lingkungan. Holistic atau
humanisme menjelaskan meanisme perilaku individu dalam konteks what (apa), how
(bagaimana), dan why (mengapa). What (apa) menunjukkan kepada tujuan
(goals/incentive/purpose) apa yang hendak dicapai perilaku itu. How (bagaiman)
menunjukkan kepada jenis dan bentuk cara mencapai tujuan
(goals/incentive/purpose), yakni perilakunya itu sendiri. Sedangkan why (mengapa) menunjukkan kepada
motivasi yang menggerakkan terjadinya dan berlanagsungnya perilaku (how), baik
bersumber dari diri individu itu sendiri (motivasi instrinsik) maupun bersumber
dari luar individu (motivasi instrinsik).1
Gambar Proses Terbentuknya Perilaku
oleh Skiner (dalam Suryabrata 2006 : 113)
Stimulus
(rangsangan) berupa lingkungan, manusia, benda dan hal lain yang bisa
memotivasi rganisme tersebut. Pada gambar di atas, stimulus yang diberikan pada
organisme dapatditerima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima
maka proses berhenti disini. Tetapi bila stimulus tersebut diterima oleh
organisme berarti stimulus tersebut efektif dan dilanjutkan kepada proses
berikutnya. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang
telah diterimanya (bersikap).
Akhirnya
dengan adanya dukungan dan dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai
efek tindakan dari individu berupa respon. Respon inilah yang disebut dengan
perilaku individu. Skiner kemudian membedakan adanya dua jenis respon yaitu:
a. Respondent respon (reflexive
response), yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan –rangsangan (stimulus)
tertentu yang dapat menimbulkan respon-respon yang relatif tetap misalnya
makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan
mata tertutup, begitu juga respon yang mencakup perilaku emosional
b. Operant respon (instrumental
response), yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh
stimulus atau perangsang tertentu yang dapat memperkuat respon misalnya
pemberian penghargaan atau token terhadap anak pembangkang yang mau menuruti
perintah guru misalnya tidak mengganggu teman disaat belajar sehingga, dengan
reinforcement tersebut dia akan berperilaku lebih baik lagi.
Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya
sama namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Ini dipengaruhi oleh
dua variabel seperti yang dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich (dalam Liliweri,
1997:155)
a. Variabel (Karakteristik) Individu, terdiri
dari beberapa faktor, Yaitu:
1) Faktor Fisiologis yaitu kemampuan
dan keterampilan phisik yang dimiliki manusia, seperti kemampuan fisik dan
kemampuan mental.
2) Faktor Psikologis yaitu tanggapan
psikologis individu yang bersangkutan, seperti: persepsi, sikap, kepribadian,
belajar, pengalaman, motivasi.
3) Faktor Demografi, terdiri dari:
umur, jenis kelamin, dan etnis.
b.
Variabel
Lingkungan, terdiri dari beberapa faktor yaitu: Terdiri dari keluarga,
masyarakat (sosial) dan budaya, dan pendidikan atau sekolah.2
E.
Perilaku sehat dan perilaku sakit
Berdasarkan batasan perilaku dari skinner tersebut
maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan dari batasan ini, perilaku
kesehatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1.
Perilaku
pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan
kesehatan ini terdiri dari tiga aspek antara lain :
a.
Perilaku
pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan
kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b.
Perilaku
peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat perlu dijelaskan
disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relative, maka orang yang sehat
pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimalkan
mungkin.
c.
Perilaku
gizi (makanan dan minuman). makanan dan minuman dapat memelihara dan
meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi
penyebab menurunnya kesehatan seseorang. Bahkan dapat mendatangkan
penyakit. Hal ini sangat tergantung pada
perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
2.
Perilaku
pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering
disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan, tindakan atau perilaku ini dimulai dan
mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3.
Perilaku
kesehatan lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan baik lingkungan fisik
maupun social budaya, dan sebagainya. Dengan demikian, lingkungan tersebut
tidak mempengaruhi kesehatannya sendiri, keluarga, dan masyarakatnya.
Seorang ahli Becker (1979), membuat klasifikasi lain tentang perilaku
kesehatan ini antara lain :
a.
Perilaku
hidup sehat
Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau keiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, perilaku ini
mencakup antara lain :
1)
Makan
dengan menu seimbang
2)
Olah
raga teratur
3)
Tidak
merokok
4)
Tidak
minum-minuman keras dan narkoba
5)
Istirahat
cukup
6)
Mengendalikan
stress
7)
Perilaku
dan gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan missal tidak free sex
b.
Perilaku
sakit (illness behaviour),
Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsi terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab dan gejala
penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.
c.
Perilaku
peran sakit ( the sick behaviour)
Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup
hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak
dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain
(terutama keluarganya, yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the
sick role. Perilaku ini meliputi :
1)
Tindakan
untuk memperoleh kesembuhan
2)
Mengenal/
mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan penyembuhan penyakit yang layak
3)
Mengetahui
hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan dan
sebagainya) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang
lain terutama kepada dokter / petugas kesehatan, tidak menularkan ooenyakit
kepada orang lain dan sebagainya).1
F.
Bentuk-bentuk
Perubahan Perilaku
1.
Perubahan alamiah
(natural change): Perubahan
perilaku karena terjadi
perubahan alam (lingkungan) secara alamiah
2.
Perubahan terencana
(planned change): Perubahan
perilaku karena memang direncanakan oleh yang bersangkutan
3.
Kesiapan berubah
(Readiness to change):
Perubahan perilaku karena
terjadinya proses internal (readiness)
pada diri yang
bersangkutan, dimana proses
internal ini berbeda pada setiap
individu.
G.
Pendekatan
Untuk Mengubah Perilaku
1.
Informasi
2.
Pemasaran
3.
Insentif
4.
Restriksi
(memberikan pembatasan untuk mencegah perilaku tertentu)
5.
Indoktrinasi
(Memberikan paksaan untuk perilaku tertentu)
6.
Peraturan
H.
Strategi Perubahan Perilaku
1.
Inforcement
(Paksaan):
a.
Perubahan perilaku
dilakukan dengan paksaan,
dan atau menggunakan peraturan
atau perundangan.
b.
Menghasilkan perubahan
perilaku yang cepat,
tetapi untuk sementara
(tidak langgeng)
2.
Persuasi
Dapat dilakukan
dengan persuasi melalui
pesan, diskusi dan
argumentasi. Contoh melalui
pesan seperti jangan
makan babi karna
bisa menimbukkan penyakit
H1N1. Melalui diskusi seperti
diskusi tentang abortus
yang membahayakan jika
digunakan untuk alasan yang tidak
baik
3.
Fasilitasi
Strategi ini
dengan penyediaan sarana
dan prasarana yang
mendukung. Dengan penyediaan sarana
dan prasarana ini akan
meningkatkan Knowledge (pengetahuan) Untuk melakukan
strategi ini mmeerlukan
beberapa proses yakni
kesediaan, identifikasi dan internalisasi. Ketika ada
rangsangan yang dipengaruhi
oleh pengetahuan dan
keyakinan akan menimbulkan aksi
dan kemudian hal itu menjadikan perbahan perilaku.
4.
Education
:
Perubahan perilaku
dilakukan melalui proses
pembelajaran, mulai dari
pemberian informasi atau penyuluhan -penyuluhan. Menghasilkan perubahan
perilaku yang langgeng, tetapi
makan waktu lama.
I.
Tahapan
Perubahan Perilaku “Model Transteoretikal”(Simon-Morton,Greene
&Gottlieb,1995) Terdapat 6 tahapan perubahan :
1.
Prekontemplasi
Pada tahap
ini klien belum
menyadari adanya permasalahan
ataupun kebutuhan untuk melakukan
perubahan. Oleh karena
itu memerlukan informasi
dan umpan balik untuk
menimbulkan kesadaran akan
adanya masalah dan
kemungkinan untuk berubah.
Nasehat mengenai sesuatu hal/informasi tidak akan berhasil bila dilakukan pada
tahap ini.
2.
Kontemplasi
Sudah timbul
kesadaran akan adanya
masalah. Namun masih
dalam tahap keragu-raguan. Menimbang-nimbang antara
alasan untuk berubah
ataupun tidak. Konselor mendiskusikan keuntungan
dan kerugian apabila
menerapkan informasi yang diberikan.
3.
Preparasi
(Jendela kesempatan untuk
melangkah maju atau
kembali ke tahap kontemplasi).
4.
Aksi
(Tindakan) Klien mulai melakukan perubahan. Goalnya adalah dihasilkannya
perubahan perilaku sesuai masalah.
5.
Pemeliharaan
Pemeliharaan perubahan
perilaku yang telah
dicapai perlu dilakukan
untuk terjadinya pencegahan kekambuhan.
6.
Relaps
Saat terjadi
kekambuhan, proses perubahan
perlu diawali kembali.
Tahapan ini bertujuan untuk
kembalinya upaya aksi.2
J.
Studi
Kasus
Cakupan pemberian ASI
eksklusif yang rendah pada bayi
usia 0-5 bulan maupun 6
bulan dapat disebabkan oleh rendahnya
pengertian di masyarakat
mengenai ASI eksklusif
tidak hanya di masyarakat
bahkan tenaga kesehatan juga kurang mengerti tentang keunggulan dan
berbagai manfaat penting dari ASI
eksklusif.
Faktor lain yang
cukup besar adalah, dipasarkannya susu formula
di pusat kesehatan
dengan gencar. Perlu dukungan tenaga kesehatan untuk
meningkatkan pemberian ASI
eksklusif. Dukungan dari
pusat pelayanan kesehatan dapat
terlihat dari penerapan
sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui yang terlihat dengan penerapan
langkah-langkah sebagai berikut dengan melakukan rawat gabung antara ibu dan bayinya,
melakukan inisiasi menyusui dini
(IMD) serta membatasi peredaran susu formula di lingkungan RS.
Faktor sosial
budaya merupakan suatu faktor pendorong yang cukup kuat terhadap seseorang
untuk berperilaku. Faktor
sosial budaya ini
yang membentuk seorang ibu. Bersedia memberikan Air
Susu Ibu (ASI) eksklusif. Lingkungan
social yang mendukung ASI eksklusif
akan mempengaruhi sikap ibu
untuk memberikan ASI
eksklusif.
1.
Faktor
Yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
a.
Pengetahuan
tentang ASI Eksklusif
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. Pengetahuan dipengaruhi
oleh 3 faktor,
satu diantaranya adalah pendidikan. Makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah seseorang unuk menerima
informasi sehingga makin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki
dan sebaliknya makin
rendah pendidikan seseorang
maka akan menghambat perkembangan
sikap seseorang terhadap
nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat
pendidikan ibu yang
rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu
dalam menghadapi masalah,
terutama dalam pemberian
ASI Eksklusif. Sedangkan ibu-ibu
yang mempunyai tingkat
pendidikan yang lebih tinggi,
umumnya terbuka menerima
perubahan atau hal-hal
guna pemeliharaan
kesehatanya.
Peran petugas kesehatan disini benar-benar terlihat
memberikan dampak yang positif bagi
ibu-ibu menyusui sehingga
ibu-ibu yang menyusui
anaknya dapat mengerti betul
apa yang dimaksud
ASI Ekslusif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ibu-ibu
sering mengikuti penyuluhan yang
dilakukan oleh petugas kesehatan.
Banyak ibu menyusui
yang salah persepsi,
salah mengerti arti
dari ASI Eksklusif itu
sendiri. Hal itu
disebabkan karena pengaruh
dari luar seperti keluarga dekat, orang tua, para
sesepuh yang kurang mendapat
informasi untuk mendukung terlaksananya
program ASI Eksklusif
sehingga seringkali mereka memberikan makanan pendamping ASI
ataupun susu formula sebelum waktunya.
Di sinilah
peran petugas kesehatan
sungguh terlihat begitu
penting untuk membantu
mensukseskan pemberian ASI
Eksklusif. Seluruh responden memberikan kolostrum
kepada bayinya yang
baru lahir. Mereka
berpendapat bahwa ASI yang
pertama keluar adalah
yang paling baik
dan bermanfaat bagi bayinya.
Mereka mengetahui jika
dahulu orang beranggapan
bahwa ASI yang pertama keluar harus dibuang karena
membahayakan bagi bayi namun sekarang menjadi ASI yang utama dan harus diberikan
kepada bayi.
b.
Dukungan
Keluarga
Dukungan
keluarga terhadap berhasil
tidaknya subjek memberikan
ASI Eksklusif sangat besar. Para suami biasanya mempercayakan masalah
perawatan bayi kepada istri. Namun para
suami umumnya hanya mengingatkan hal-hal
yang mereka tahu
dapat membahayakan bayinya.
Beberpa orang tua memberikan dukungan
sangat besar kepada
ibu untuk memberikan
ASI sejak pertama pasca
persalinan.
Dukungan ayah sangat penting untuk membantu
keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif
dengan memberikan motivasi
secara emosional dan dukungan
praktis lain seperti
mengganti popok bayi.
Hubungan ayah dan
bayi dapat memberikan dampak positif untuk perkembangan bayi
selanjutnya.
c.
Mitos/Kepercayaan
Kebiasaan atau kepercayaan terhadap suatu budaya dapat mempengaruhi
proses pemberian ASI Eksklusif. Banyak ibu yang masih percaya bahwa ASI yang keluar
pertama kali yang berwarna kuning adalah ASI yang kotor dan tidak baik
untuk kesehatan bayi.
d.
Promosi
Susu Formula
Pemberian ASI Eksklusif
pada bayi dipengaruhi
oleh banyak hal. Kebanyakan ibu
gagal memberikan ASI
Eksklusif pada bayinya,
dikarenakan sebagian besar bayi telah diberi prelaktal susu. Bahkan
banyak ibu yang tidak bisa menyusui bayinya karena bayi sudah terbiasa dengan
dot dan tidak mau menyusu ibunya.6
Komentar
Posting Komentar